Reporter: Rashif Usman | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan pelemahan sepanjang tahun 2025. Kondisi ini tentunya membuka ruang penguatan bagi mayoritas valas lainnya.
Mengutip data tradingeconomics per Kamis (4/6) pukul 12:38 WIB, indeks dolar (DXY) turun 9,58% secara year to date (YtD) ke level 98,91.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengungkapkan bahwa tekanan terhadap dolar AS kemungkinan akan terus berlanjut selama kebijakan proteksionisme Presiden Donald Trump masih diberlakukan.
Pasalnya, kebijakan ini telah berdampak negatif terhadap perekonomian AS, tercermin dari sejumlah data ekonomi terbaru yang mengecewakan, termasuk kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal pertama 2025 yang mengindikasikan potensi resesi.
Baca Juga: Rupiah Spot Menguat 0,05% ke Rp 16.287 per Dolar AS pada Kamis (5/6) Siang
"Saat ini, kebijakan tarif yang diterapkan oleh Trump justru memberikan tekanan tambahan terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut," kata Lukman kepada Kontan, Kamis (5/6)
Meski begitu, masih ada peluang bagi dolar AS untuk pulih jika tercapai kesepakatan dagang yang dianggap tidak terlalu membebani ekonomi AS.
Secara umum, mata uang lain berpotensi menguat terhadap dolar AS. Namun, perlambatan ekonomi AS dikhawatirkan juga akan berdampak luas pada perekonomian global dan negara-negara lain.
Dalam kondisi seperti ini, mata uang safe haven seperti franc Swiss (CHF) dan yen Jepang (JPY) diperkirakan akan tampil lebih kuat. Selain itu, dolar Singapura (SGD) dari negara berkembang juga menunjukkan potensi positif.
Selanjutnya: IHSG Naik 0,72% di Sesi I, Kamis (6/5), Cermati Rekomendasi Saham Berikut!
Menarik Dibaca: Jadwal Operasional BCA Selama Libur dan Cuti Bersama Hari Raya Iduladha 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News