Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah penerbitan produk reksadana baru pada 2020 turun jika dibandingkan dengan 2019. Kendati demikian, penerbitan reksadana baru pada tahun ini akan meningkat dan lebih baik dari tahun lalu.
Merujuk data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang 2020 tercatat hanya ada 35 produk reksadana baru. Sementara pada 2019, jumlahnya mencapai 85 produk baru. Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana bilang salah satu penyebab minimnya produk baru adalah sedikitnya penerbitan reksadana terproteksi pada tahun lalu.
Wawan mengatakan, penerbitan reksadana terproteksi memang paling sering. Tahun lalu, banyak produk reksadana terproteksi yang jatuh tempo tapi tidak diganti dengan produk baru. “Ini juga disebabkan pada tahun lalu kan penerbitan obligasi korporasi yang dijadikan underlying asset reksadana terproteksi juga tidak banyak diterbitkan,” kata Wawan kepada Kontan.co.id, Rabu (20/1).
Walau demikian, Wawan menegaskan bahwa sedikitnya jumlah produk reksadana baru tidak ada korelasinya dengan kinerja industri reksadana. Menurut dia, jumlah dana kelolaan atau asset under management (AUM) adalah indikator utama untuk melihat kinerja industri reksadana. Adapun AUM industri reksadana pada 2020 sebesar Rp 552,28 triliun atau naik 3,78%.
Baca Juga: Dirilis pekan depan, ini beda IDX Industrial Classification (IDX-IC) dengan JASICA
Dengan angka tersebut, Wawan mengatakan bahwa walau dari penerbitan produk baru jumlahnya lebih sedikit, dari segi nominal justru lebih besar. Dia juga melihat terkadang investor justru lebih memilih reksadana terbuka yang produknya sudah ada. Pasalnya, investor bisa melihat track record kinerja produknya.
Tetapi untuk 2021, Wawan meyakini penerbitan produk reksadana baru akan lebih semarak, khususnya untuk reksadana terproteksi. Namun, penerbitan baru dinilai baru akan banyak terjadi di paruh kedua tahun ini.
“Untuk semester pertama, (penerbitan produk baru) kemungkinan belum signifikan. Kalau untuk semester dua kan dampak vaksin dan pemulihan ekonomi diharapkan sudah terlihat. Sehingga diharapkan, banyak korporasi yang akan menerbitkan obligasi dan turut memicu penerbitan reksadana terproteksi,” tambah Wawan.
Baca Juga: Batavia Prosperindo perkirakan pasar saham akan lebih menarik dibanding obligasi
Selain jumlah penerbitan produk baru yang lebih banyak, dari segi AUM pun Wawan meyakini tahun ini masih akan catatkan pertumbuhan. Menurut dia, saat ini pertumbuhan investor reksadana sedang tinggi-tingginya.
Pada 2019, jumlah investor reksadana hanya sekitar 1 jutaan. Namun pada 2020 jumlahnya sudah mencapai 3 juta. Pada tahun ini, diperkirakan jumlah investor setidaknya bisa bertambah 1 juta lagi.
Faktor-faktor seperti, kemudahan berinvestasi, adanya uang “diam” seiring banyak pengeluaran masyarakat yang tidak tersalurkan selama pandemi, hingga tren suku bunga deposito yang rendah, diyakini Wawan akan membuat industri reksadana semakin tumbuh pada 2021.
“Kondisi ini sama-sama menguntungkan, industri reksadana semakin tumbuh, masyarakat pun jadi punya pilihan alternatif investasi selain deposito. Kami melihat AUM industri reksadana pada tahun ini berpotensi tumbuh 8-10% menjadi Rp 600 triliun,” pungkas Wawan.
Baca Juga: Penyelenggara dana pensiun mulai lirik instrumen saham dan reksadana di 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News