Reporter: Irene Sugiharti | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penguatan rupiah yang konsisten ditambah dengan likuiditas di pasar serta perilaku investor yang cenderung beralih ke aset tanpa risiko membuat hasil lelang Surat Utang Negara (SUN) hari ini melonjak dari hasil lelang sebelumnya.
Merujuk data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, nilai penawaran masuk pada lelang SUN Senin (21/1) tercatat sebesar Rp 94,97 triliun, melonjak hampir Rp 10 triliun dari hasil lelang 7 Januari lalu.
Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C Permana menyebut, kelebihan permintaan terjadi pada penawaran SUN kali ini hingga lebih dari empat kali. Fikri menilai melonjaknya pemintaan investor terhadap lelang SUN kali ini didorong oleh perilaku front loading investor.
Baca Juga: Penawaran lelang SUN hari ini diprediksi tembus Rp 60 triliun
“Saya melihat perilaku front loading investor tampaknya menjadi hal mendorong kenapa permintaan dan oversubscribe lelang SUN melebihi empat kali. Perilaku tersebut didorong oleh perilaku rasional opportunistic investor guna memanfaatkan yield yang lebih baik, seiring kemungkinan penurunan suku bunga ke depan serta perilaku risk averse investor yang beranjak dari asset class dengan risiko lebih tinggi ke risk free asset,” tutur Fikri yang dihubungi Kontan.co.id Selasa (21/01).
Senior VP & Head of Investment Recapital Asset Management Rio Ariansyah menambahkan penguatan rupiah yang konsisten dan kondisi pasar saham yang terkena isu likuidasi buat SUN banyak diminati.
“Persepsi investor terhadap instrumen efek yang likuiditasnya tinggi masih di obligasi negara. Dengan peluang yield 10 tahun bisa menyentuh ke level 6,50%, dengan kondisi penguatan rupiah yang konsisten, dengan kondisi pasar saham yang kena isu likuidasi dari beberapa MI yang harus bayar kewajiban, hal tersebut menjadikan obligasi negara di atas angin dan mendapatkan banyak permintaan,” kata Rio.
Di sisi lain, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan likuiditas di pasar yang tinggi buat para investor mencari instrumen untuk peroleh cuan dan masuk ke pasar obligasi.
Hal ini juga terkait pasar yang sepertinya mulai beralih ke instrumen yang lebih aman pasca pasar saham yang diterjang beberapa berita negatif belakangan ini. Faktor eksternal meredanya perang dagang juga berdampak positif pada pasar obligasi disamping stabilitas ekonomi dalam negeri.
“Di tengah banyaknya dananya masuk ke pasar obligasi saya rasa tidak lepas dari pasar saham yang pastinya cukup tertekan oleh beberapa kasus yang mencuat belakangan ini. Misalnya kasus reksadana yang harus tutup, rata-rata dasarnya kan dari saham. Pasar sahamnya tertekan, instrumen obligasi salah satu yang favorit sekarang,” kata Ramdhan.