Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Pemerintah akan menerbitkan surat berharga syariah negara (sukuk) berdenominasi dollar Amerika Serikat dalam waktu dekat. Sukuk global yang akan diterbitkan itu menyasar para investor dari Timur Tengah.
Pejabat Sementara Direktur Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Robert Pakpahan, menuturkan, sukuk global itu akan muncul setelah lebaran, sekitar kuartal keempat. Dana hasil penerbitan sukuk, dialokasi untuk kebutuhan menjelang akhir tahun.
Direktur Surat Utang Negara DJPU Kemenkeu, Loto S. Ginting, memaparkan, target penerbitan surat berharga negara dalam valuta asing (valas) maksimal 18% dari total penerbitan utang di tahun ini, yang sebesar Rp 271 triliun.
Permintaan yang besar dari pasar Timur Tengah merupakan alasan pemerintah menerbitkan sukuk global dibandingkan menerbitkan obligasi global konvensional. Sayangnya, pemerintah masih enggan menyebut target penyerapan nilai sukuk dollar AS.
Analis Treasury Bank negara Indonesia (BNI), Raditya Ariwibowo, memprediksi, kondisi ekonomi Eropa yang belum stabil meningkatkan daya tarik sukuk global itu. Ia beralasan, pasokan sukuk global, saat ini, minim.
Raditya menduga, peminat surat utang itu adalah investor dengan horizon investasi jangka panjang. Namun, dia memprediksi, pemerintah akan menerbitkan dengan tenor pendek yaitu lima tahun.
Saat ini, investor masih mencari tenor pendek untuk mengantisipasi volatilitas di pasar obligasi. "Kalau pemerintah menerbitkan tenor pendek, saya prediksi peminatnya akan sangat banyak," ujar Raditya, Senin (27/8).
Tenor sama
Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, memprediksi, tenor sukuk global antara lima hingga 10 tahun. Lana menduga, pemerintah akan menerbitkan dengan tenor sama seperti tahun lalu, yakni tujuh tahun.
Pemerintah telah menerbitkan sukuk global dua kali. Masing-masing, pada April 2009 senilai US$ 650 juta dan November 2011, senilai US$ 1 miliar. Yield sukuk global bertenor tujuh tahun, yang terbit di 2011, adalah 4%. Sukuk global pertama bertenor lima tahun memiliki yield 8,8%.
Peminat sukuk global tahun lalu cukup besar. Pemerintah menampung permintaan hingga US$ 6,5 miliar dari 250 investor. Pergerakan sukuk global di pasar sekunder yang terus naik, menambah optimisme, ongkos penerbitan sukuk akan lebih murah.
Lana memprediksi, kupon sukuk global kali ini bisa lebih rendah 25 basis poin dibanding penerbitan tahun lalu. Itu setara 3,75% untuk sukuk bertenor tujuh tahun.
Sentimen global yang tak menentu memang menyulitkan prediksi keberhasilan pemasaran sukuk global. Namun jika stimulus benar ada, maka likuiditas pasar akan naik.
Pasar kian agresif mencari instrumen dari emerging market. "Saya perkirakan likuiditas di Oktober bisa meningkat," ujar Lana. Dia menghitung, nilai penerbitan sukuk bisa mencapai US$ 1 miliar.
Lana menilai, upaya penerbitan obligasi global konvensional lebih mudah daripada merilis sukuk global. Pertama, likuiditas pasar obligasi konvensional lebih tinggi daripada pasar sukuk.
Kedua, proyek pemerintah yang bisa menjadi underlying asset sukuk global semakin terbatas. "Namun sudah tepat jika pemerintah membidik Timur Tengah," ujar dia.
Menurut Raditya, rencana penerbitan di kuartal empat sudah tepat karena banyak sentimen positif, menjelang akhir tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News