kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pemerintah memang membatasi sukri


Senin, 25 Februari 2013 / 20:29 WIB
Pemerintah memang membatasi sukri
ILUSTRASI. Menghitung prospek pertumbuhan kinerja PT Mayora Indah (MYOR) di tengah kenaikan harga komoditas yang menekan margin.? Surya/Ahmad Zaimul Haq


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Pemerintah menetapkan hasil penjatahan sukuk ritel (sukri) seri SR-005 sebesar Rp 14,968 triliun. Penjatahan ini lebih rendah dibanding target awal sebesar Rp 15 triliun. Para analis menilai, penjatahan sukri ini merupakan alasan logis bagi pemerintah.

Pengamat pasar sukuk Imam MS mengungkapkan bahwa pembatasan penjatahan sukri lantaran pemerintah masih memiliki alternatif instrumen lain seperti lelang dan penerbitan surat utang negara (SUN). Menurut Imam, meski penjatahan sukri yang ditetapkan pemerintah lebih rendah dari target yang ditetapkan sebelumnya, namun potensi sukri masih besar. 

"Sukri bisa jadi pilihan investasi yang menarik bagi investor. Karena itu permintaan masyarakat ini terhitung banyak," kata Imam kepada KONTAN pada Senin (25/2).

Dikatakan Imam, penerbitan sukri SR-005 ini paling tinggi dibandingkan seri sukri sebelumnya. Catatan saja, pada seri SR-001, penjualan sebesar Rp 5,6 triliun. Seri SR-002 berhasil mencatatkan penjualan Rp 8 triliun. SR-003 hanya mencapai Rp 7,3 triliun. Sementara SR-004 sebesar Rp 13,6 triliun. Hal ini membuktikan bahwa sukri memang memiliki potensi yang baik, karena merupakan pilihan yang menarik.

Sementara itu, analis obligasi NC Securities I Made Adi Saputra mengungkapkan bahwa penjatahan penjualan sukri seri SR-005 sebesar Rp 14,968 triliun ini lantaran pemerintah harus mengeluarkan biaya yang tinggi untuk menerbitkan jenis investasi ini. Dikatakan Adi Saputra, pemerintah menanggung biaya beban yang tinggi untuk menerbitkan sukuk bertenor pendek dengan yield tinggi. 

Pemerintah menurut Adi akan lebih leluasa untuk menerbitkan sukuk dengan tenor panjang dengan nilai yield yang rendah. "Pemerintah memang membatasi untuk menerbitkan sukuk bertenor pendek dengan yield yang tinggi. Karena pertimbangan cost yang memang besar, sehingga dapat membebani pemerintah," ungkap Adi.

Adi menuturkan, dengan yield yang tinggi dan biaya penerbitan obligasi yang tinggi, pemerintah memang lebih baik untuk menerbitkan obligasi konvensional. Karena itu menurut Adi, alasan pemerintah membatasi penjualan sukri, memang masuk akal alias logis. Dikatakan Adi, dengan melihat imbal hasil yang akan diberikan kepada investor dan besarnya biaya yang dikeluarkan, maka penerbitan sukri SR-005 ini sudah sesuai dengan target.

Lebih lanjut Adi menerangkan bahwa produk sukri memang diminati oleh investor. Hal ini lantaran, dengan minimum pemesanan sukri sebesar Rp 5 juta dan kelipatannya, serta maksimum pemesanan senilai Rp 5 miliar, investor tetap mendapatkan imbal hasil yang sama besar yaitu 6% sebelum dipotong pajak. 

"Ini tentu jauh diminati ketimbang deposito yang memiliki imbal hasil yang berbeda-beda tergantung jangka waktu dan juga besaran dana," tandas Adi.

Adi menambahkan, meski inflasi tahun ini akan lebih tinggi ketimbang tahun lalu, namun suku bunga acuan BI Rate belum tentu naik secara signifikan. Maka menurutnya, pengaruh permintaan investor terhadap sukri tidak terlalu berpengaruh. Investor tetap menaruh minat pada sukri, meski dibayangi kenaikan inflasi.

"Karena jika inflasi naik, belum tentu akan mempengaruhi volatilitas yield obligasi. Karena belum tentu juga BI Rate naik dalam waktu dekat," jelas Adi.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan menjelaskan, minat beli masyarakat terhadap sukri cukup tinggi. Hal itu tecermin dari laporan harian dari agen penjual sampai tanggal 21 Februari 2013. Total penjualan mencapai Rp 20,87 triliun. Sementara itu, terdapat 20 agen penjual yang meminta tambahan kuota penjualan (upsize) sebanyak Rp 7,96 triliun. Dus, potensi permintaan mencapai Rp 22,96 triliun.

"Namun, pemerintah tetap konsisten pada kuota yang diserap sebesar Rp 15 triliun. Hal ini sesuai dengan strategi pembiayaan tahunan serta untuk memberikan ruang bagi penerbitan instrumen SBN lainnya," ujar Robert, Senin (25/2).

Karena tidak mengabulkan upsize, maka total pemesanan pembelian yang disampaikan agen penjual pada akhir masa penawaran sebesar Rp 14,999 triliun. Jumlah ini lebih rendah dari target awal karena ada satu agen penjual yang tidak memenuhi target. Kekurangan agen penjual perbankan ini mencapai Rp 950 juta.

Dalam proses penjatahan, lanjut Robert, terdapat 13 investor yang melampaui batas maksimal pembelian. Investor ini membeli sukri dengan pembelian maksimal pada beberapa agen penjual. Setelah dilakukan penjatahan secara proporsional, total pemesanan pembelian yang mendapatkan penjatahan ditetapkan sebesar Rp 14,968 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×