Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten pengembang energi terbarukan, khususnya panas bumi, berpotensi diuntungkan oleh langkah pemerintah yang kembali gencar melelang proyek panas bumi di Tanah Air.
Seperti yang diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan 10 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dan 11 Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) yang dilelang tahun ini.
Contoh WKP Panas Bumi yang dilelang yaitu Danau Ranau yang memiliki cadangan mungkin 42,6 megawatt (MW) dan pengembangan 20 MW dengan status high enthalpy, Gunung Endut yang memiliki cadangan mungkin 38 MW dan pengembangan 35 MW dengan status medium enthalpy, Gunung Galunggung yang punya cadangan mungkin 110 MW dan pengembangan 110 MW dengan status medium enthalpy, dan lain-lain.
Sementara itu, contoh area prospek yang akan dilelang dengan kontes PSPE antara lain Lokop, Aceh sebesar 41 MW; Panti, Sumatra Barat, 131 MW; Jenawi, Jawa Tengah, 195 MW; Bituang, Sulawesi Selatan, 75 MW; dan lain sebagainya.
Baca Juga: PHE ONWJ Perpanjang Pasokan Gas untuk Refinery Unit VI Balongan
Khusus untuk lelang WKP, terlihat adanya peningkatan dengan jumlah wilayah yang dilelang pemerintah pada 2024 lalu. Kala itu, Kementerian ESDM berhasil melelang 7 WKP dan Wilayah PSPE dengan total kapasitas sebesar 320 MW dan nilai kesepakatan mencapai US$ 1,82 miliar.
Pengamat Pasar Modal Muhammad Thoriq Fadilla mengatakan, langkah pemerintah yang hendak melelang 10 WKP dan 11 Wilayah PSPE merupakan sinyal positif terhadap komitmen transisi energi di Indonesia, apalagi jumlah Wilayah Kerja yang dilelang lebih banyak dibandingkan tahun lalu.
“Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mempercepat pemanfaatan energi panas bumi yang notabene adalah salah satu sumber energi baru terbarukan (EBT) paling stabil,” ujar dia, Senin (26/5).
Bagi emiten seperti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), ini jelas menjadi peluang besar. Potensi mendapatkan proyek baru melalui lelang WKP dan Wilayah PSPE akan membuat portofolio bisnis panas bumi mereka semakin kuat, sehingga berdampak positif bagi kinerja keuangan dalam jangka panjang.
Pengumuman rencana lelang WKP dan Wilayah PSPE ini juga menjadi momentum bagi PGEO dan BREN untuk lebih ekspansif. Terlebih lagi, kedua emiten ini sudah punya rekam jejak dan posisi kuat di industri panas bumi.
Jika pemerintah makin aktif melelang WKP dan Wilayah PSPE, bukan tidak mungkin daya tarik investasi di sektor EBT akan meningkat. Dengan begitu, ada peluang adanya emiten-emiten lain yang berekspansi masuk ke sektor panas bumi, baik itu emiten yang berasal dari sektor energi konvensional maupun infrastruktur.
Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo Praska Putrantyo menambahkan, sektor panas bumi cocok bagi emiten yang bergerak di industri energi dan hendak melakukan diversifikasi energi hijau. Namun, perlu dicermati juga bahwa hambatan usaha atau barrier to entry di sektor ini terbilang besar.
“Sebab, teknologi eksplorasi panas bumi sangat kompleks, sehingga butuh modal awal yang besar,” imbuh dia, Senin (26/5).
Baca Juga: Daftar Lengkap 63 Wilayah Kerja Migas yang Dilelang Periode 2025-2026
Senada, Equity Analyst Indo Premier Sekuritas David Kurniawan menyatakan, sektor panas bumi menghadapi tantangan utama seperti kebutuhan modal yang besar dan regulasi yang kompleks. Artinya, tidak sembarangan emiten bisa menjalankan bisnis panas bumi dengan kompeten.
Sebagai contoh, PGEO mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) mencapai US$ 319 juta atau setara Rp 5,17 triliun (asumsi kurs Rp 16.200 per dollar AS) pada 2025 untuk menggarap sejumlah proyek strategis.
Secara umum, para analis berpendapat, prospek emiten di sektor panas bumi cukup stabil pada 2025 seiring tren global yang mulai mendukung transisi ke energi hijau. Permintaan listrik dari energi bersih akan meningkat, termasuk dari sektor industri dan smelter yang ingin menjaga jejak karbonnya tetap rendah.
Hal yang menjadi tantangan utama untuk sektor ini adalah biaya eksplorasi yang tinggi, risiko kegagalan eksplorasi, serta keterbatasan insentif pemerintah dan tarif listrik yang harus dinegosiasikan dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Dengan kata lain, industri panas bumi tidak hanya membutuhkan modal besar di awal proyek, melainkan juga proses perizinan yang kompleks dan memakan waktu. Alhasil, penting sekali bagi emiten untuk punya struktur keuangan yang kuat dan manajemen proyek yang efisien.
“Emiten yang bisa mengelola risiko ini akan menjadi pemimpin pasar di tahun-tahun mendatang,” jelas Thoriq.
Thoriq merekomendasikan buy on weakness saham PGEO di level Rp 1.240 per saham dengan target harga di level Rp 1.410 per saham dan stop loss di level Rp 1.190 per saham. Dia juga merekomendasikan beli saham BREN di level Rp 6.500—6.550 per saham dengan target harga di level Rp 7.050 per saham dan stop loss di level Rp 6.250 per saham.
Menurut Praska, saham sektor panas bumi cocok bagi investor yang percaya pada tren transisi energi jangka panjang. Saham PGEO dapat dibeli di area Rp 1.000—1.200 per saham dengan target harga di level Rp 1.500 per saham. Adapun saham BREN dapat dibeli dengan target harga di level Rp 8.300 per saham.
David menilai, saham PGEO dan BREN layan dipertimbangkan oleh investor yang tertarik pada sektor energi terbarukan. PGEO menjadi satu-satunya perusahaan Indonesia yang masuk ke dalam daftar “2025 ESG Top-Rated Company” versi Sustainalytics, sehingga menunjukkan komitmen terhadap prinsip Enviromental Sustainability Governance (ESG).
“Sementara itu, BREN mencatatkan laba bersih sebesar US$ 34,2 juta pada kuartal I-2025 atau meningkat dari periode sebelumnya berkat kinerja solid di segmen panas bumi dan tenaga angin,” pungkas dia, Senin (26/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News