Reporter: Petrus Sian Edvansa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Demi mengembangkan pariwisata Indonesia, Kementerian Pariwisata (Kempar) berniat menerbitkan reksadana pariwisata pada kuartal I-2017. Reksadana tersebut akan dikemas dalam bentuk reksadana penyertaan terbatas dan ditawarkan pada investor institusi, seperti asuransi dan dana pensiun.
Untuk merealisasikan rencana tersebut, Kempar telah menggandeng Bahana TCW Investment Management. Rencananya, bakal ada 10 destinasi wisata prioritas yang akan dikembangkan melalui produk reksadana ini, yakni Mandalika, Labuan Bajo, Pulau Morotai, Tanjung Kelayang, Taman Nasional Wakatobi, Danau Toba, Pantai Tanjung Lesung, Gunung Bromo, Candi Borobudur serta Kepulauan Seribu.
Direktur Bahana TCW Soni Wibowo menjelaskan, penerbitan reksadana pariwisata ini akan dilakukan secara bertahap. Di tahap pertama, manajer investasi ini menargetkan dana kelolaan mencapai Rp 1 triliun. Apabila tahap pertama sukses, barulah dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Walau tergolong produk baru, Soni optimistis target tersebut bisa tercapai. Maklum, selama ini belum ada investasi di industri pariwisata yang ditawarkan dalam bentuk reksadana.
Asal tahu saja, sudah ada beberapa investor institusi yang menyatakan niat membiakkan dananya di produk ini. Namun Soni masih merahasiakan identitas para investor tersebut. Soni juga memberikan ancar-ancar, reksadana pariwisata ini bisa memberi return sekitar 12%-15% per tahun.
Saat ini Bahana masih mengkaji dan memproses reksadana tersebut, sehingga MI dapat menjelaskan prospek pariwisata ke dalam bahasa investasi yang mudah dipahami investor.
"Sukses suatu proyek dapat dilihat dari sisi yang berbeda. Dari sudut pandang investor, return of investment adalah hal yang utama," tegas Soni.
Direktur Investasi Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana sepakat reksadana dengan portofolio proyek pariwisata berprospek cerah. "Selama return yang dijanjikan menarik, harusnya produk ini akan laku di pasaran," prediksi Jemmy.
Seperti reksadana konvensional pada umumnya, reksadana pariwisata ini juga memiliki beberapa risiko. Di antaranya risiko tertundanya proyek, jangka waktu investasi yang cukup panjang dengan estimasi sekitar 10 tahun, serta waktu yang cukup lama untuk mengenalkan tujuan pariwisata prioritas tersebut ke masyarakat.
Tidak hanya itu, Jemmy juga merasa risiko likuiditas akan membayangi investor. Memang, likuiditas reksadana pariwisata ini tidak akan sebesar jenis reksadana lainnya. "Tambah lagi, investor juga membutuhkan professional judgement sebelum berinvestasi," kata Jemmy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News