Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi Indonesia masih berada dalam tekanan akibat pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa hari terakhir.
Tekanan di pasar obligasi terefleksikan melalui yield Surat Utang Negara (SUN) yang terus mendaki. Mengutip Bloomberg, yield SUN seri acuan 10 tahun telah mencapai 7,55% pada perdagangan Senin (25/6).
Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra mengatakan, setelah The Federal Reserves menaikkan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), tren kenaikan yield SUN sulit untuk dibendung. Pasalnya, yield SUN sendiri mendapat sentimen negatif dari pelemahan rupiah yang juga berakar dari kenaikan suku bunga acuan AS.
Sebagai catatan, kurs rupiah di pasar spot hari ini kembali melemah 0,52% ke level Rp 14.159 per dollar AS.
Made berpendapat, pelemahan rupiah membuat pergerakan yield SUN membentuk pola yang anomali. Hal ini mengingat yield US Treasury cenderung bergerak stabil di bawah 3% sejak The Fed menaikkan suku bunga acuan AS.
Berdasarkan data Bloomberg, saat ini yield US Treasury tenor 10 tahun berada di level 2,88%. “Secara teori, yield SUN Indonesia semestinya turun karena yield US Treasury berada di bawah 3%,” kata Made hari ini.
Fund Manager Capital Asset Management, Desmon Silitonga menyampaikan, pelemahan rupiah yang terjadi pasca libur lebaran membuat dana investasi asing keluar dari pasar obligasi dalam negeri. Tak hanya itu, perbankan juga mulai melakukan switching sejak suku bunga acuan BI naik dua kali di bulan Mei lalu.
Alhasil, kepemilikan perbankan di Surat Berharga Negara (SBN) berkurang. "Kepemilikan asing dan perbankan di pasar obligasi sangat besar. Kalau keduanya keluar, pasar obligasi Indonesia sulit bangkit dari tekanan,” kata Desmon.
Ia menambahkan, pada dasarnya pemerintah tidak akan terus membiarkan pasar obligasi domestik lesu. Hal ini disebabkan, ada banyak proyek strategis nasional yang membutuhkan pendanaan melalui surat utang. “Kalau yield SUN terus naik, cost of fund pemerintah bisa membengkak,” ujar Desmon.
Dalam praktiknya, pemerintah lewat Bank Indonesia akan terus berada di pasar dan dapat mmebeli kembali obligasi yang dijual oleh investor asing maupun investor perbankan. Walau terbukti dapat menahan koreksi harga yang lebih dalam, upaya tersebut dinilai tidak bisa terus-menerus dilakukan oleh pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News