Reporter: Grace Olivia | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski keperkasaan dollar Amerika Serikat (AS) belum pudar, namun akhir pekan lalu, sejumlah mata berhasil menguat terhadap mata uang AS tersebut. Jumat (13/7), pasangan EUR/USD berhasil menguat 0,11% menjadi 1,1685. Serupa, GBP/USD pun menanjak 0,12% setelah ditutup di level 1,3222. Pairing USD/JPY juga melemah 0,15% ke posisi 112,38.
Para analis memperkirakan, rebound mata uang utama di hadapan the greenback hanya sementara. Mengingat, pernyataan petinggi The Federal Reserve masih hawkish. Ini membuat kekuatan dollar AS tak terbendung di hadapan mata uang lainnya.
Belum lagi data ekonomi Negeri Paman Sam, seperti consumers price index (CPI) sepanjang Juni lalu, dirilis sesuai ekspektasi, yakni 2,9% year on year (yoy). Bahkan, producers price index (PPI) AS tumbuh melampaui ekspektasi yaitu 3,4% (yoy).
Data-data tersebut mendukung prospek kenaikan suku bunga AS yang lebih agresif di paruh kedua 2018. Gubernur The Fed Jerome Powell pun sempat menyampaikan, dalam pidato terbarunya di hadapan kongres AS, bahwa kondisi tenaga kerja dan inflasi AS cukup kuat untuk mendukung kenaikan suku bunga secara bertahap.
Keadaan ini berbeda dengan euro. Risalah pertemuan European Central Bank (ECB) yang dirilis pekan lalu memperlihatkan Gubernur ECB Mario Draghi dan para petinggi bank sentral Eropa lainnya masih bersikap dovish terkait kebijakan moneter Eropa, termasuk kebijakan soal kenaikan suku bunga.
Hal ini direspons negatif pelaku pasar. "Notulensi ECB menunjukkan bahwa bank sentral Eropa masih berkomitmen untuk menjaga pelonggaran moneter selama dibutuhkan, sembari menunggu inflasi mencapai target," kata analis Rifan Financindo Berjangka Puja Purbaya Sakti.
Rebound teknikal juga terjadi pada pairing mata uang GBP/USD. Selama ini, tekanan pada poundsterling masih cukup besar.
Selain dari keadaan politik di Inggris, kurs poundsterling juga tertekan oleh pernyataan Presiden AS Donald Trump yang bilang perdagangan AS dan Inggris berpotensi berakhir jika hard-Brexit terjadi.
"Tapi, pernyataan tersebut sudah diklarifikasi, sehingga hubungan dagang AS dan Inggris masih akan bertahan setelah Brexit nanti. Karena itu, poundsterling sedikit menguat," kata analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf.
Sementara itu, posisi yen sebagai aset lindung nilai atawa safe haven semakin di tinggalkan investor. Pasar kini lebih memilih menanamkan dananya di dollar AS ketimbang di yen Jepang. Hal tersebut membuat perang dagang tak berdampak positif pada kurs yen. Padahal, perang dagang masih memanas.
Katalis negatif bagi yen semakin bertambah karena tanda-tanda perbaikan inflasi tampaknya juga belum tampak dari Jepang.
Lantas, tak seperti AS yang diharapkan terus mengerek suku bunga acuan, Bank of Japan (BoJ) masih harus mempertahankan kebijakan moneternya yang longgar. "Sentimen negatif dari skandal Perdana Menteri Shinzo Abe juga masih akan menyelimuti pergerakan yen," kata analis Astronacci International Anthonius Edyson.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News