kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.568.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.280   -90,00   -0,56%
  • IDX 7.017   -71,99   -1,02%
  • KOMPAS100 1.040   -10,68   -1,02%
  • LQ45 811   -9,46   -1,15%
  • ISSI 212   -0,48   -0,23%
  • IDX30 416   -5,22   -1,24%
  • IDXHIDIV20 497   -6,62   -1,31%
  • IDX80 119   -1,44   -1,20%
  • IDXV30 123   -0,58   -0,47%
  • IDXQ30 137   -1,93   -1,39%

Pefindo: Prospek Pasar Obligasi di 2025 Tetap Positif


Senin, 13 Januari 2025 / 21:00 WIB
Pefindo: Prospek Pasar Obligasi di 2025 Tetap Positif
ILUSTRASI. Pefindo berpandangan rata-rata yield surat utang pemerintah tenor 10 tahun akan berkisar antara 6,31%-6,69%.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, pasar obligasi dalam negeri pada tahun 2025 diperkirakan masih dalam kondisi yang baik.

Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto berpandangan peluang investasi di pasar obligasi nasional tahun ini masih akan berada dikondisi yang baik. Hal itu seiring perkiraan pemerintah akan melakukan penerbitan surat utang atau SBN yang relatif lebih besar di tahun 2025 dibandingkan realisasi tahun 2024 yang mencapai Rp 450,7 triliun.

"Sebab, terdapat kebutuhan untuk menutup defisit anggaran yang lebih lebar di tahun 2025 dan merefinancing surat utang pemerintah yang akan jatuh tempo," ujarnya kepada Kontan.co.id pekan lalu.

Sebagai gambaran, pemerintah telah menargetkan defisit APBN tahun 2025 mencapai Rp 616,19 triliun, lebih lebar dari realisasi defisit 2024 yang mencapai Rp 507,8 triliun.

Baca Juga: Pemerintah Lelang Tujuh Seri Sukuk, Target Indikatif Rp 10 triliun pada Selasa (14/1)

Melebarnya defisit pemerintah terjadi karena beban fiskal yang lebih besar seiring dengan berbagai program pemerintah yang lebih ekspansif, seperti program makan bergizi gratis, swasembada pangan dan energi, pemeriksaan kesehatan gratis, dan lain sebagainya. Selain itu ada jumlah kementerian dan lembaga yang relatif lebih banyak.

Pemerintah juga perlu untuk me-refinancing surat utang senilai Rp 757 triliun yang akan jatuh tempo di tahun 2025. "Oleh karena itu, kami perkirakan penerbitan surat utang pemerintah di tahun 2025 ini akan relatif lebih tinggi dibanding tahun 2024," terangnya.

Nah, dengan penerbitan surat utang pemerintah yang cukup tinggi, peluang investasi di pasar surat utang juga meningkat karena stok instrumen yang semakin banyak. Kemudian karena hal itu juga, Pefindo memperkirakan yield juga masih akan tinggi sebagai daya tarik, dengan mengasumsikan kapasitas daya serap pasar juga tidak banyak berubah.

Pefindo berpandangan rata-rata yield surat utang pemerintah tenor 10 tahun akan berkisar antara 6,31%-6,69%. Sebagai catatan, persentase tersebut merupakan angka rata-rata, sehingga berpotensi berfluktuasi lebih rendah atau lebih tinggi.

Baca Juga: SRBI dan SBN Jadi Pesaing Perbankan Memburu Likuiditas

Suhindarto juga berekspektasi pemangkasan suku bunga berlanjut di tahun 2025. Sehingga, secara pricing, yield akan terdorong turun dibandingkan rentang di tahun ini, 6,60%-7,20%.

Selain itu, ia juga mengharapkan modal asing akan mengalir ke pasar surat utang karena pasar domestik menawarkan imbal hasil yang tinggi. Faktor lainnya adalah ketidakpastian di tahun 2025 ini yang akan mendorong pelaku pasar untuk tetap menitikberatkan pada surat utang pemerintah, yang dinilai relatif lebih aman karena merupakan risk-free asset.

"Namun, karena kami melihat pasokan surat utang akan lebih signifikan di tahun 2025, persentase penurunan yield akan cenderung lebih kaku daripada seharusnya," sebutnya.

Kapasitas pasar domestik untuk menyerap pasokan juga menjadi lebih terbatas karena tingginya pasokan dalam beberapa tahun terakhir. Sementara kapasitas permintaan, sebagaimana tercermin dari tabungan nasional meningkat dalam kecepatan yang relatif lebih lambat.

Baca Juga: Ketidakpastian Tinggi, Cermati Instrumen Investasi yang Layak Dipertimbangkan

Faktor risiko lainnya adalah rupiah, terutama dalam menanggapi perkembangan sentimen eksternal, khususnya dari risiko geopolitik dan ketidakpastian kebijakan Trump 2.0.

Menurut dia, pasar obligasi domestik tetap menarik karena menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara dengan peringkat yang mirip seperti Thailand (BBB+) dan Filipina (BBB+). Asumsinya adalah peringkat sovereign Indonesia tidak berubah dibandingkan dengan tahun ini.

Selain itu, terkait dengan sentimen Trump 2.0, secara umum, berkaca dari Trump 1.0, kinerja pasar saham dan pasar surat utang juga terkoreksi. Hanya saja, eksposurnya lebih besar terhadap pasar saham karena berdampak pada prospek pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global menjadi tidak pasti akibat perang dagang.

Selanjutnya: PT Anugerah Kubah Indonesia: Dedikasi untuk Inovasi &Keberlanjutan dalam Arsitektur

Menarik Dibaca: Daerah Ini Hujan Seharian, Simak Proyeksi Cuaca Besok (14/1) di Jawa Barat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×