Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Memasuki Desember 2014, pasar obligasi kembali menorehkan rekor. Akibat sepi pasokan emisi baru, investor memburu Surat Utang Negara (SUN) di pasar sekunder.
Tengok saja total return Indonesia Bond Index (INDOBex) Government, per Senin (1/12) kemarin, menorehkan level tertinggi 2014 di level 175,10 atau naik 0,04% dibanding sehari sebelumnya dan tumbuh 13,22% sejak akhir tahun lalu atau year to date (ytd).
Sebagai perbandingan, di waktu yang sama indeks obligasi pemerintah versi Inter Dealer Market Association (IDMA) juga mencetak rekor tertinggi sepanjang 2014 senilai 101, per Senin (1/12). Indeks ini telah tumbuh 5,8% ytd.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pernah mengungkapkan bahwa kebutuhan penerbitan SUN tahun 2014 sudah terpenuhi. Sehingga pemerintah tidak akan mengadakan lelang SUN hingga sisa 2014 ini. Pemerintah terakhir kali menggelar lelang SUN pada 4 November 2014. Lelang ini menyerap dana investor Rp 6,92 triliun.
Hal ini menjadi salah satu faktor investor memburu SUN di pasar sekunder sehingga menekan yield dan meningkatkan harga. Tengok saja yield SUN seri acuan FR0070 per Senin, yang turun menjadi 7,66%, atau sudah turun 71 basis poin dibanding kuponnya yang senilai 8,37%.
Direktur Utama Bahana TCW Investment Management Edward Lubis mengatakan pasokan yang menipis akibat tidak adanya lelang SUN memberi angin segar bagi kondisi pasar obligasi. Lanjutnya, kondisi ini makin membaik pasca pemerintah mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada 18 November lalu.
“Harusnya harga BBM naik, inflasi naik. Sehingga yield ikut naik. Tapi investor justru mengapresiasi kebijakan pemerintah tersebut sehingga saat ini kondisinya yield justru tertekan,” ujar Edward.
Ia juga menduga hal ini masih berlanjut pada tahun 2015. Dengan kenaikan harga BBM subsidi, berarti pemerintah tidak membutuhkan banyak dana untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2015 nanti. Sehingga, “Tahun depan pemerintah tidak perlu lagi seminggu sekali mengadakan lelang SUN seperti tahun ini,” ungkap Edward.
Meski demikian, tambah Edward, masih ada pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk memperbaiki makro ekonomi 2015. Menurutnya, meski pasar saham dan pasar obligasi kini tengah menanjak, posisi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) masih relatif tinggi di kisaran Rp 12.000.
“Artinya defisit transaksi berjalan kita masih tinggi. Nilai tukar yang memburuk bisa mempengaruhi minat investor asing,” ungkap Edward.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News