kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pasokan Gas Rusia ke Eropa Berhenti Bakal Menyulut Harga Komoditas Energi


Selasa, 12 Juli 2022 / 05:50 WIB
Pasokan Gas Rusia ke Eropa Berhenti Bakal Menyulut Harga Komoditas Energi


Reporter: Aris Nurjani | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rusia bersiap menyetop suplai gas ke Eropa. Keputusan ini akan mendongkrak harga-harga  komoditas energi.

Sejumlah negara Eropa sendiri sudah bersiap-siap andai suplai gas Rusia terhenti. Ambil contoh Jerman yang sampai mengeluarkan peraturan darurat penggunaan batubara dan minyak untuk pembangkit listrik jika Rusia menghentikan pengiriman gas alam.

Mengutip Barchart, Senin (11/7), harga komoditas energi seperti harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Agustus 2022 berada di level US$ 103,02 per barel atau turun sebesar 1,69%.

Sedangkan harga batubara turun 0,54% ke level US$ 348,10 per ton. Sementara, harga gas alam berada di US$ 6,34 per mmbtu atau naik 5,12%.

Analis DCFX Futures Lukman Leong melihat kenaikan harga komoditas energi terutama gas dan batubara disebabkan kekhwaatiran penghentian pasokan gas permanen dari Rusia ke Eropa.

"Harga komoditas energi akan tetap tinggi hingga paling tidak 21 Juli ketika periode perawatan pipa Nord Stream dijadwalkan selesai," kata Lukman kepada Kontan.co.id, (11/7).

Baca Juga: Harga Minyak Acuan Fluktuatif, Brent Naik, WTI Turun Tipis di Pagi Ini (11/7)

Lukman mengatakan, penghentian gas alam Rusia ke Eropa akan sangat mengganggu ketersediaan pasokan gas alam. Sementara, peralihan yang dilakukan Jerman dari gas alam ke batubara akan berdampak pada kebutuhan tambahan batubara dari Jerman bisa mencapai 40 juta ton per tahun.

Saat ini, kebutuhan gas untuk listrik di Jerman kurang lebih 12%, dibandingkan batubara 24%. Menurut Lukman apabila Jerman mengganti setengah dari gas ke batubara, maka kebutuhan batubara untuk listrik Jerman akan meningkat 25%.

"Ini sangat besar, mengingat Jerman adalah konsumen terbesar batubara keempat di dunia," ujar Lukman.

Lukman mengatakan, sentimen yang dapat mendukung harga komoditas energi adalah kecemasan pasokan terutama dari Rusia.

"Untuk harga energi minyak mentah, faktor utama adalah produksi OPEC yang masih belum menentu, di tengah keinginan OPEC untuk memaksimalkan produksi. Namun untuk batubara, terganggunya produksi di Australia juga telah mendukung harga selama ini," ujar Lukman.

Sementara sentimen yang dapat menekan harga komoditas energi berasal dari kekhawatiran resesi dan kebijakan zero-covid policy di China mengingat kasus kembali meningkat belakangan ini dan bisa memicu lockdown.

Lukman menyebut, Russia menyuplai hampir 40% kebutuhan gas alam ke Eropa. Ia memprediksi, harga gas alam di Eropa bisa naik di atas € 200 per megawatt/hour.

"Akhir tahun akan tegantung suplai dari Russia. Kalau suplai memang dihentikan, saya melihat harga bisa naik," kata Lukman.

Sementara harga batubara yang kembali naik akhir-akhir ini disebabkan kekhawatiran suplai dari Rusia dan juga permintaan short-term yang meningkat.

Trend kenaikan harga batubara sudah mulai sejak ekonomi kembali re-opening dan meningkatnya permintaan dari China ketika pelonggaran lockdown diterapkan.

Untuk jangka pendek, Lukman memprediksi,  harga batubara bisa menyentuh US$ 420 per ton dan jangka panjang tergantung apakah resesi pada negara-negara maju akan terjadi.  "Namun saya melihat masalah pada pasokan masih akan terus mendukung harga batubara di atas US$ 400 per ton hingga akhir tahun," ucap Lukman.

Sementara untuk harga minyak, menurut Lukman, masih tergantung suplai dan ancaman resesi. Namun memasuki kuartal keempat nanti, diperkirakan suplai dan permintaan minyak global akan mulai seimbang.

"Untuk jangka pendek, harga minyak masih akan di level di US$ 95-US$ 115 per barel dan akhir tahun akan berkisar di US$ 85-US$ 105 per barel," kata Lukman.

Baca Juga: Akibat Krisis Energi, Saham-saham di Eropa Rontok

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×