Reporter: Aris Nurjani | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor masih lebih memilih obligasi korporasi tenor pendek ketimbang tenor panjang. Potensi kenaikan suku bunga dan risiko ekonomi menjadi penyebab pemilihan tenor ini.
Senior Vice President Head of Retail Product Research & Distribution Division Henan Putihrai (HP) Asset Management Reza Fahmi Riawan mengatakan, obligasi korporasi tenor panjang mengandung risiko yang relatif lebih tinggi dibandingkan tenor yang lebih pendek.
"Investor saat ini lebih memilih mengurangi risiko fluktuasi atas perubahan tingkat suku bunga, sehingga pilihan terbaik untuk memitigasi fluktuasi tersebut adalah dengan memperpendek durasi (switching dari tenor panjang ke tenor pendek)," kata Reza kepada Kontan.co.id, Kamis (29/9).
Baca Juga: Simak Instrumen Investasi Pilihan Saat Resesi Mengancam
Menurut Reza, investor lebih ingin meminimalkan risiko sehingga pilihannya adalah obligasi tenor pendek atau tetap pada cash. Tapia da investor yang memanfaatkan kenaikan yield ini dengan membeli obligasi korporasi di pasar sekunder saat yield lebih tinggi.
"Kami masih melihat trading yang cukup ramai di pasar," ujar Reza.
Saat bunga naik seperti sekarang, emiten yang berniat menerbitkan obligasi harus menawarkan tingkat bunga lebih tinggi ketimbang sebelumnya. Alhasil , cost of funding (biaya dana) akan menjadi lebih mahal bagi emiten.
Baca Juga: Meracik Ulang Portofolio Investasi di Tengah Ancaman Resesi
Reza melihat kondisi saat ini masih normal dan merupakan siklus ekonomi. Meski tingkat bunga lebih tinggi, potensi emiten untuk gagal bayar berkurang, berbeda dengan ketika masa Covid.
Reza mengatakan prospek investasi pada obligasi korporasi masih menarik beriringan dengan kenaikan tingkat imbal hasil. Sentimen pasar masih didasari oleh kenaikan tingkat suku bunga secara global.
"The Fed masih dalam stance hawkish sampai akhir tahun dan masih dalam mood menaikkan Fed Rate, begitu juga domestik dimana BI memperkirakan headline inflasi akan berada di atas 6% dan inflasi inti berada pada level 4,6% di akhir tahun," ujar Reza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News