Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Resesi ekonomi global sudah di depan mata. Inflasi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu pemantik terjadinya resesi global. Karena itu, perlu mengatur kembali instrumen investasi yang aman saat resesi melanda.
Kendati resesi mengancam di depan mata, Analis memprediksikan perekonomian Indonesia masih cukup kuat. Terlebih, perekonomian Indonesia diramal tetap tumbuh sekitar 5% di tahun depan.
Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, sentimen positif itu datang dari neraca perdagangan, Foreign Direct Investment (FDI), serta harga komoditas energi yang meningkat.
Wawan bilang, jika berbicara investasi dalam negeri dengan mengacu kondisi tadi, maka investasi saham jadi yang paling menjanjikan untuk saat ini.
Baca Juga: Meracik Ulang Portofolio Investasi di Tengah Ancaman Resesi
Sektor keuangan, consumer goods, telekomunikasi, terutama batubara diprediksi masih memilIki kinerja yang ciamik yang bakal mendorong performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Ditambah lagi tahun depan menjelang satu tahun pemilihan presiden (pilpres) yang biasanya akan ada peredaran atau distribusi kekayaan dari pusat ke daerah.
"Ini diharapkan memicu pertumbuhan ekonomi karena pilpres masih positif untuk IHSG. Kalau investasi saham sampai 2 tahun ke depan, saya melihatnya masih sangat optimis," ungkap Wawan kepada Kontan.co.id, Kamis (29/9).
Sama hanya dengan saham, investasi pada obligasi juga masih menarik. Namun, Wawan menyarankan obligasi untuk tenor 3 tahun karena Yield tinggi. Yield untuk jangka 10 tahun saja sudah 7,5% untuk Surat Utang Negara (SUN).
Baca Juga: Catat Rekor! Penerimaan Perpajakan Tahun Depan Ditargetkan Rp 2.463 Triliun
Apalagi jika investor berani mengambil obligasi korporasi maka imbal hasil lebih besar dari obligasi pemerintah. Meskipun dari sisi risiko memang lebih tinggi namun secara imbal hasil jauh lebih menarik dua sampai tiga kali dari deposito.
"Kalau kita bicara SUN untuk dipegang 3 tahun, rugi kecil sekali. Karena tiap tahun dapat kupon. Kupon SUN rata-rata 6%, sehingga kalau 3 tahun menjadi 18%. Harga SUN tidak akan turun sedalam itu," ujar Wawan.
Sisanya, instrumen investasi juga bisa dialokasikan untuk pasar uang. Daripada memegang uang tunai ataupun menyimpan di Bank, Wawan mengatakan lebih baik berinvestasi di reksadana pasar uang karena dianggap lebih likuid.
Wawan menuturkan, salah satu strategi investasi saat ini adalah shifting. Investor disarankan mulai beralih ke obligasi jangka pendek. Dengan asumsi jangka waktu investasi untuk waktu tiga tahun, alokasi asetnya menggunakan komposisi saham 40%, obligasi 40%, 20% sisanya untuk pasar uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News