Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Maraknya aksi jual yang belakangan terjadi, dinilai menjadi salah satu tanda adanya rencana kenaikan suku bunga oleh The Fed. Misalnya saja yang terjadi pada perdagangan pekan kemarin, dimana tercatat net sell sebesar Rp 7,13 triliun sepanjang pekan kemarin.
Sementara pada pekan sebelumnya, tercatat net buy sebesar Rp 834,82 miliar. Aliran dana investor asing sampai dengan saat ini masih tercatat beli bersih Rp 21,66 triliun.
Lucky Bayu Purnomo, analis Danareksa Sekuritas menyatakan dua hal yang menyebabkan adanya aksi net sell tersebut. Diantaranya bentuk apresiasi karena prediksi kenaikan Fed Rate yang akan dialami.
Meskipun kenaikan ini dinilai terlalu cepat pada pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump."Maka pasar melihat emerging market cenderung mengalami tekanan, dan pasar ingin membatasi transaksi," ujar Lucky kepada KONTAN, Minggu (6/4).
Kedua, Lucky melihat indeks Dow Jones berada pada level yang cukup tinggi. Hal tersebut memberikan isyarat bahwa telah terjadi capital inflow yang cukup besar pada pasar Amerika Serikat, dibandingkan dengan pasar Asia.
Kenaikan fund rate ini dinilai akan baik untuk kinerja market Amerika, namun mengkhawatirkan untuk pasar berkembang seperti Indonesia. "Saya kira pengaruh ini akan berlangsung sampai 1-2 bulan ke depan, saat ini juga sudah masuk sesi pertengahan tahun," ungkapnya.
Selain bertepatan dengan paruh tahun, kebijakan kenaikan suku bunga The Fed ini berlangsung pada masa jabatan Donald Trump yang belum mencapai waktu satu tahun. Selain itu, pasar juga menunggu efek dari kenaikan suku bunga The Fed yang telah dilakukan sebelumnya. "Pasar masih menilai, apakah ini karena ketakutan Donald Trump karena GDP mereka masih di bawah rata-rata?," katanya.
Namun, bila usai kenaikan suku bunga tersebut bisa mengoreksi pasar yang ada di Eropa, maka akan berpengaruh pada pasar Asia. Menurutnya, Eropa menjadi variabel kontrol, terhadap pengumuman fund rate The Fed ini. Dia menyatakan perlunya mewaspadai adanya outflow dari Indonesia yang akan dialami. "Tapi kurang lebih satu bulan, akan ada inflow lagi ke Indonesia," prediksinya.
Dia memprediksi, berkaca pada gross domestic bruto (GDP) kuartal pertama 2017 yang mengalami pertumbuhan yakni sebesar 5,01% (yoy) masih lebih tinggi triwulan sebelumnya sebesar 4,94% (yoy).
Selain itu menurutnya Bank Indonesia juga sudah beberapa kali melakukan rapat dewan gubernur yang menyatakan ingin mengendalikan BI 7-day reverse rate. Dengan tetap mempertahankan suku bunga dan menjaga nilai tukar rupiah.
Selain itu, dia juga melihat IHSG mengalami tren pertumbuhan yang positif. Hal itu ditunjukan dengan indeks yang pernah menyentuh level 5700-5800. Dia optimistis, IHSG akhir tahun bisa mencapai level 6000.
Menurutnya, terlaksananya paket-paket kebijakan pemerintah menjadi pendorong pertumbuhan tersebut. "Pengelolaan fundamental ekonomi negara sudah mulai terbentuk. Hasil dari tata kelola itu sudah mulai dirasakan misalnya dengan jalan tol yang sudah dibangun dan difungsikan," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News