Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi Indonesia akan kembali bergejolak. Hal ini tercermin dari kenaikan yield SUN 10 tahun seiring membaiknya ekonomi Amerika Serikat (AS) dan meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah.
Berdasarkan data Trading Economics, yield US Treasury (UST) 10 tahun berada di 4,02% pada Senin (7/10) per pukul 19.37 WIB, tertinggi dalam dua bulan terakhir. Sementara yield SUN 10 tahun berada di 6,84%.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas, Ramdhan Ario Maruto mengatakan, pasca rilis data ketenagakerjaan AS, pasar obligasi kembali tertekan. Hal ini seiring naiknya yield UST naik ke level tertinggi dalam dua bulan, ditambah memburuknya tensi geopolitik di Timur Tengah.
"Akibatnya, yield SUN 10 Tahun dari 6,4% kembali ke 6,8%," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (7/10).
Baca Juga: Naik Lagi, Yield SUN 10 Tahun Diprediksi Capai 6,8% Pada Akhir Tahun 2024
Namun memang, tertekannya pasar obligasi dalam negeri lebih diakibatkan faktor eksternal. Tercermin dari melemahnya rupiah yang kembali ke Rp 15.687 per Senin (7/10).
Dengan kondisi ini, ia menilai yield SUN 10 tahun berpotensi mencapai 7%. Apalagi jika tensi di Timur Tengah berlangsung lebih panjang.
Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM), Reza Fahmi juga berpandangan, meskipun ada ekspektasi pemangkasan suku bunga hingga 2025, untuk SUN 10 tahun, proyeksi yield di akhir 2024 kisaran 6%-7%. Baru pada 2025, akan mulai melandai kembali, kendati juga akan tergantung berbagai faktor seperti inflasi, stabilitas rupiah, serta dinamika ekonomi global.
Di tengah kondisi ketidakpastian saat ini, Reza menilai untuk memaksimalkan return di pasar obligasi maka investor sebaiknya dapat mempertimbangkan beberapa strategi. Pertama, membeli obligasi dan menahannya hingga jatuh tempo untuk mendapatkan pendapatan tetap dari kupon.
Kedua, menyebar investasi ke berbagai jenis obligasi (pemerintah dan korporasi) serta tenor untuk mengurangi risiko. "Lalu menyesuaikan durasi portofolio obligasi dengan kewajiban keuangan untuk mengurangi risiko suku bunga," sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News