Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.D - JAKARTA. Sejumlah sentimen negatif, khususnya dari eksternal masih membayangi pasar modal di awal tahun ini. Analis menilai investor bisa melirik instrumen investasi dengan tingkat risiko rendah dan bertenor pendek.
Sejumlah sentimen negatif itu seperti kondisi geopolitik dan mundurnya ekspektasi pemangkasan suku bunga the Fed. Akibatnya, tingkat credit default swap (CDS) 5 tahun Indonesia mengalami kenaikan dibandingkan akhir tahun 2023.
Per Rabu (24/1), CDS 5 tahun Indonesia berada di level 74,70 yang mengimplikasikan potensi default atau gagal bayar sebesar 1,25%. Adapun posisi CDS 5 tahun Indonesia di akhir 2023 berada pada level 71,99.
Investment Specialist Sucorinvest Asset Management Felisya Wijaya mengatakan, kenaikan CDS Indonesia diiringi dengan pelemahan harga obligasi Indonesia yang tercermin dari imbal hasil obligasi Indonesia 10 tahun. Sepanjang 2024, imbal hasilnya naik dari kisaran level 6,4% menjadi 6,6%.
Baca Juga: IHSG Diramal Tembus Level 7.900 Tahun Ini, Sektor Telekomunikasi Jadi Pemimpin
"Selain itu dari dalam negeri, risiko menjelang pemilu 14 Februari 2024 juga menjadi penyebab kenaikan CDS," ujarnya kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.
Dengan kondisi itu, Felisya menilai instrumen reksadana pasar uang dan reksadana pendapatan tetap bisa menjadi pilihan. Ini seiring adanya potensi pemangkasan suku bunga acuan.
Macro Strategist Mega Capital Indonesia Lionel Priyadi berpandangan fluktuasi diperkirakan semakin meningkat, setidaknya hingga Jumat (26/1). Ini lantaran ada rilis tiga data penting di AS, yakni data PMI, GDP dan inflasi PCE.
Ia pun menilai investor bisa melirik ke instrumen money market seperti SRBI dan SVBI, FR dan PBS tenor 2 tahun, atau bahkan cash.
"Saat ini lebih ke tenor sangat pendek, satu bulan hingga dua tahun," sambungnya.
Sementara jika ingin berinvestasi jangka panjang, Lionel menyarankan investor untuk menunggu adanya koreksi yield US Treasury ke 4,25%. Ia memperkirakan koreksi akan terjadi dalam dua hingga empat pekan ke depan.
Felisya melanjutkan, untuk investasi jangka panjang investor bisa melirik reksadana saham maupun campuran. Dijelaskan, investor asing memang masih cenderung defensif menantikan Pemilu 2024. Namun, asing tetap mencatatkan net buy di beberapa saham perbankan besar dalam satu bulan terakhir.
Baca Juga: Prediksi Pemilu Aman, Mirae Asset Minat Investasi di Bursa Saham Meningkat pada 2024
"Oleh karena itu, berdasarkan horizon investasi menengah hingga panjang, reksadana saham maupun campuran masih menjadi pilihan menarik bagi investor," sambungnya.
Head of Research DBS Group Maynard Arif juga menyarankan investor untuk lebih berhati-hati jika ingin masuk ke instrumen investasi berisiko tinggi, seperti saham. Ia menilai pasar saham memiliki volatilitas yang tinggi, efek ketidakpastian the Fed.