Reporter: Tim KONTAN | Editor: Indah Sulistyorini
KONTAN.CO.ID - Jakarta. Proses migrasi sistem elektronik Tiktok dan Tokopedia kini mendekati masa-masa tenggat yang ditetapkan April mendatang oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Migrasi sistem ini wajib dilakukan pasca investasi TikTok ke Tokopedia senilai US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 23 triliun.
Kemendag memang memberikan waktu bagi TikTok dan Tokopedia untuk menjalankan proses migrasi selama 4 bulan terhitung sejak 12 Desember 2023 guna memenuhi ketentuan dalam Permendag Nomor 31 tahun 2023 yang menegaskan penyatuan media sosial dan ecommerce.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi berharap proses migrasi Tiktok Shop ke Tokopedia ini dapat segera rampung sehingga dampaknya bisa dirasakan oleh pengguna, terutama UMKM.
Heru menilai periode waktu ini wajar karena bila migrasi dilakukan dengan cepat di bawah 3 bulan, maka berisiko terjadi pelanggaran data (data breach) dan berpotensi memberi dampak ke pengalaman para pengguna.
“Kita mengenal apa yang disebut API [Application Programming Interface] yang sebetulnya lebih aman dari sisi data pengguna, jadi pemisahan sistem di back-end sah-sah saja dan lazim terjadi di teknologi informasi,” kata Heru, dihubungi Kontan, Minggu (17/3/2024).
Sebelumnya, Pakar Keamanan Siber dan Forensik Digital Alfons Tanujaya juga mengatakan dari sisi keamanan siber, metode yang digunakan dalam komunikasi antar server TikTok dan Tokopedia harus mulus, tidak terasa, alias seamless dan jangan terlalu banyak berpindah situs atau aplikasi.
“Jump app [pindah aplikasi] sangat berisiko sehingga mudah disusupi Man in The Middle attack [serangan siber]. Kalau API lebih aman karena kedua server saling berhubungan langsung tanpa perantara dan jauh lebih sulit dieksploitasi dibandingkan jump app,” katanya dalam keterangan baru-baru ini.
Lebih lanjut, terkait dengan dugaan pelanggaran aturan dari operasional Tiktok Shop yang dianggap melanggar Permendag Nomor 31 karena masih menyatukan dua aplikasi, Heru menilai regulasi Permendag itu sebenarnya sudah jelas dalam mengatur media sosial dan ecommerce termasuk pembayarannya.
Dia menegaskan, media sosial hanya menjadi fasilitator dari ecommerce untuk memasarkan produk, tetapi proses transaksi mesti tetap dilakukan di ecommerce. Jika ini tidak berlaku, maka itu melanggar Permendag.
“Apakah bisa kemudian seamless, seolah-olah transaksi dilakukan di media sosial. Hal itu bisa dilakukan, tapi nanti kita bisa lihat dalam algoritmanya. Sebenarnya banyak yang telah melakukan hal tersebut. Seolah-olah terjadi di media sosial, namun sesungguhnya tercatat di sistem ecommerce,” kata Heru.
“Ini menegaskan bahwa media sosial tidak melakukan pembayaran, tapi pembayaran dilakukan di ecommerce,” tegasnya.
Informasi terakhir, Kemendag sudah memberikan keterangan bahwa proses integrasi sistem TikTok dan Tokopedia hampir rampung.
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim, proses pemisahan TikTok Shop dan Tokopedia sudah dilakukan melalui backend (di balik layar) di mana mereka mengolah database dan server.
“Saat ini proses pembayaran di TikTok sudah pindah ke backend Tokopedia. Sekarang untuk pemisahan antara Tiktok Shop dengan Tokopedia itu sudah [pindah] langsung ke Tokopedia, tidak di Tiktok lagi. Tapi di backend [Tokopedia],” jelas Isy, Selasa (5/2).
Isy juga memastikan bahwa pemisahan antara media sosial dan e-commerce yang dilakukan TikTok bisa saja hanya di tataran backend alias server, bukan benar-benar di aplikasi yang berbeda karena Tokopedia berkomitmen tidak mengganggu pengguna dalam proses migrasi ini.
Dengan demikian, kata Isy, proses migrasi Tiktok Shop dan Tokopedia ini cenderung tidak ketahuan atau seamless. "[Pemisahan di backend] boleh-boleh saja, tapi secara backend-nya sudah terpisah. Kita sudah buka sampai backend-nya sudah berubah, sudah tidak lagi transaksi," kata Isy.
Tiktok dan Tokopedia masih perlu menyelesaikan kekurangan yang harus dilengkapi agar bisa mematuhi aturan Permendag, salah satu yang perlu dilengkapi adalah perihal tulisan, bukan lagi memakai nama TikTok atau TikTok Shop melainkan Shop Tokopedia.
“Teknologi sekarang, masa harus pindah aplikasi lagi, browsing lagi, kan tidak. Penggabungan backend masih dianggap comply dengan aturan,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News