kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pabrik pengolahan nikel Antam-DNi capai US$ 1 M


Minggu, 20 Juli 2014 / 15:32 WIB
Pabrik pengolahan nikel Antam-DNi capai US$ 1 M
ILUSTRASI. Drama Korea Love to Hate You, salah satu rekomendasi drama Korea komedi terbaru yang kocak dan bisa ditonton di Netflix.


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Kerjasama strategis antara PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dengan perusahaan Australia, Direct Nickel (DNi) dalam pembangunan pabrik pengolahan nikel mencapai nilai US$ 800 juta-US$ 1 miliar.

Djaja M. Tambunan, Direktur Keuangan Antam mengatakan, dengan kebutuhan investasi sebesar itu mayoritas akan dipenuhi oleh DNi. "Kita mungkin hanya akan penuhi 15% saja, karena porsi saham kita di sana minoritas," katanya di Jakarta, Jumat (18/7).

Pada Januari lalu, DNi mengumumkan bakal bersama Antam membangun pabrik pengolahan Nikel di Buli, Halmahera, Maluku Utara. Pabrik yang akan mampu memproduksi 10.000-20.000 ton konsentrat nikel per tahun ini dibangun berdekatan dengan salah satu megaproyek Antam, yakni Feronikel Halmahera Timur (FeNi Haltim).

Rencana tersebut, bahkan telah diungkapkan secara resmi oleh DNi kepada Bursa Efek Australia (ASX). Sebagai langkah awal, kedua belah pihak telah mulai melakukan studi kelayakan di pabrik pengolahan DNi yang berada di Buli.

Studi kelayakan tersebut ditargetkan selesai pada awal 2015 mendatang. DNi menyatakan pembangunan itu merupakan respon atas penerapan larangan ekspor bijih nikel oleh Pemerintah Indonesia.

Kebijakan ini tentu akan berpengaruh pada negara-negara importir bijih nikel besar seperti China. DNi menilai persediaan bijih nikel di sana akan menipis di tahun ini sebagai imbas dari kebijakan Indonesia.

Maklum saja sekitar 20% pasokan bijih nikel berasal dari Indonesia. Nah, DNi bersama Antam ingin mengail peluang dengan mengekspor konsentrat nikel ke negara-negara yang tadinya banyak mengimpor bijih nikel dari Indonesia.

Pasalnya, konsentrat nikel, diklaim DNi, tidak terkena larangan ekspor Pemerintah Indonesia. Rencana pembangunan pabrik ini merupakan puncak dari serangkaian kerjasama antaran Antam dengan DNi.

Kedua belah pihak pertama kali menjajaki kerjasama sekitar lima tahun lalu ketika Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dirilis. Pada 22 Juli 2013 lalu, Antam dan DNi pertama kali menandatangani kerjasama secara resmi dalam hal operasi pengujian pabrik (test plant) di Perth, Australia.

Antam menyumbang 200 nikel laterit untuk kemudian diolah menjadi nickel mixed hydroxide di pabrik milik DNi tersebut. Kendati begitu, Djaja enggan mengungkapkan, kapan pabrik pengolahan nikel hasil kerjasama dengan DNI tersebut akan mulai dibangun. "Semua terserah DNi, karena mereka yang cari dana untuk itu," jelas Djaja. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×