Reporter: Nur Qolbi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) masih terus mengembangkan mineral logam tanah jarang alias rare earth elements (REE). Sekretaris Perusahaan TINS Abdullah Umar mengatakan, saat ini pihaknya sedang dalam proses penjajakan dengan beberapa calon mitra yang memiliki teknologi yang terbukti bisa memproses rare earth tersebut.
Pasalnya, proses pengolahan mineral logam ikutan bijih timah ini tergolong cukup panjang. Menurut Abdullah, rare earth perlu dipecah terlebih dahulu menjadi senyawa oksida, kemudian menjadi logam, hingga hasil akhirnya menjadi magnet. "Kami cari mitra yang bisa memproses dalam skala komersial dengan beberapa pertimbangan yang memberikan yield paling optimal," ungkap Abdullah saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (8/9).
Sambil mencari mitra yang terbaik, saat ini TINS masih terus melakukan eksplorasi untuk menambah inventaris rare earth. "Kami juga mencari mitra yang memiliki pengalaman dari sisi lingkungan karena rare earth yang kami miliki punya kandungan thorium yang artinya zat radioaktif," kata Abdullah.
Baca Juga: PT Timah (TINS) akan buyback sukuk dan obligasi, siapkan dana hingga Rp 1,3 triliun
Untuk memproses rare earth ini, TINS sudah membangun pabrik pemisahan rare earth dari bijih timah di Tanjung Ular, Pulau Bangka, Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, pabrik pemisahan ini mulai dibangun pada kuartal III-2019 dan diperkiraan memakan waktu satu tahun.
Fasilitas tersebut akan memisahkan logam tanah jarang dan unsur radioaktif uranium atau thorium dari mineral monasit yang merupakan produk ikutan dalam penambangan bijih timah. Hasilnya adalah senyawa logam tanah jarang berbentuk senyawa karbonat. Untuk membangun fasilitas ini hingga selesai, TINS menyiapkan anggaran Rp 100 miliar-Rp 200 miliar.
Sebagai informasi, rare earth menjadi komoditas penting dan bernilai tinggi karena bisa menjadi bahan baku untuk sejumlah industri strategis, seperti peralatan militer dan juga produk elektronika tingkat lanjut. Varian tertentu dari komoditas mineral ini dimasukkan dalam kategori bahan radioaktif yang pengelolaan dan regulasinya berada di bawah Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
Selanjutnya: Timah (TINS) bukukan laba Rp 270 miliar pada semester I 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News