Reporter: Vina Elvira | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) menargetkan pertumbuhan produksi tandan buah segar (TBS) dan minyak kelapa sawit (CPO) sebesar 6%-12% dibandingkan dengan pencapaian pada tahun lalu.
Manajemen menilai, harga jual CPO selama periode awal tahun ini juga terpantau masih berada pada level yang positif.
Meskipun begitu, SGRO belum bisa bicara lebih detail terkait proyeksi pendapatan dan laba di tahun 2022, lantaran hal ini akan sangat bergantung pada mekanisme pasar serta fluktuasi harga jual CPO.
Head of Investor Relation Sampoerna Agro, Stefanus Darmagiri mengungkapkan, untuk mengoptimalkan kinerja di tahun ini, SGRO memiliki beberapa rencana bisnis. Di antaranya, akan melanjutkan program intensifikasi kebun yang telah dijalankan selama beberapa tahun guna meningkatkan produktifitas ke depannya.
Baca Juga: Harus Tambah Modal Jadi Rp 3 Triliun Tahun 2022, Ini Daftar 31 Bank Swasta Kecil
"Lalu digitalisasi untuk dapat meningkatkan monitoring, efektifitas produksi dan efisiensi kerja di kebun," ungkap Stefanus, saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (28/1).
Dia melanjutkan, Sampoerna juga akan terus berupaya memperkuat profil keuangan yang dapat meningkatkan posisi neraca keuangan perusahaan ke depannya.
Sebagai contoh, pada tahun 2020 dan 2021, SGRO telah menerbitkan obligasi dan sukuk berkelanjutan dengan total emisi Rp 1,2 triliun sebagai bagian strategi keuangan untuk debt reprofiling.
Tak hanya itu, Stefanus menyebut, beberapa waktu lalu Sampoerna Agro juga baru saja mendapatkan kenaikan peringkat rating untuk obligasi dan Sukuk Ijarah Berkelanjutan I dan II Sampoerna Agro dari Pefindo menjadi idA.
Baca Juga: Penuhi Aturan Modal, Sejumlah Bank Kecil Umumkan Kedatangan Investor Baru
Sementara untuk ekspansi pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) baru, kata dia, masih dalam proses kajian. "Untuk pembangunan PKS ke depannya masih dalam proses kajian," tuturnya.
Di tahun ini, SGRO menganggarkan alokasi belanja modal atau capital expenditure (Capex) sekitar Rp Rp 400 miliar - Rp 600 miliar.
Rencananya, 50% dari dana capex tersebut akan digunakan untuk pengembangan perkebunan, sementara sisanya sebagai modal untuk pemeliharaan aset tetap, seperti bangunan, infrastruktur, dan mesin. "Untuk prioritas dana akan berasal dari kas internal," pungkas Stefanus.
Terkait review bisnis di sepanjang 2021, Stefanus hanya bisa menyampaikan bahwa kinerja keuangan SGRO akan lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Baca Juga: Kinerja Sektor Konsumer Primer, Rindu Daya Beli Konsumen Pulih
Adapun, berdasarkan catatan Kontan.co.id, SGRO berhasil membukukan kinerja yang positif setidaknya selama sembilan bulan pertama 2021. Dari sisi top line, pendapatan SGRO tercatat mencapai Rp 3,90 triliun, naik 72,01% dari pendapatan per kuartal ketiga 2020 sebesar Rp 2,25 triliun.
Sedangkan untuk bottom line, perusahaan ini berhasil meraup laba bersih senilai Rp 509,66 miliar. Melesat dari periode yang sama tahun 2020 yang hanya mencapai Rp 17,77 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News