CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Obligasi korporasi masih bertaji


Selasa, 15 November 2016 / 07:41 WIB
Obligasi korporasi masih bertaji


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Meskipun tertekan dalam kurun beberapa hari terakhir, pasar obligasi korporasi masih berpotensi melaju hingga pengujung tahun 2016. Kendati begitu, sebagian emiten mungkin akan menunda penerbitan obligasi karena biaya pendanaan naik.

Senin (14/11), indeks INDOBeX Corporate Total Return terkoreksi 0,59% dibandingkan hari sebelumnya ke level 220,6. Bila melihat pergerakan indeks yang menggambarkan imbal hasil total investasi obligasi korporasi tadi, sepanjang tahun ini return investasi obligasi mencapai 12,27%.

Pencapaian tersebut masih lebih atraktif ketimbang kinerja obligasi korporasi sepanjang tahun 2015. Tahun lalu, total imbal hasil obligasi korporasi hanya 9,86%.

Lili Indarli, Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), menuturkan, efek Trump menahan kenaikan imbal hasil investasi obligasi korporasi. Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45 menimbulkan ketidakpastian global baru.

Maklum saja, ada beberapa rencana kebijakan Trump yang tidak disambut baik. Misalnya mengeluarkan AS dari North American Free Trade Agreement dan Trans-Pacific Partnership hingga mengerek tarif impor produk asal China dan Meksiko.

Trump juga berniat menarik dana agar kembali masuk ke AS melalui kebijakan suku bunga tinggi. "Ini dikhawatirkan dapat mengganjal upaya pemulihan ekonomi global dan pastinya akan berdampak pula pada perekonomian Indonesia," terang Lili.

Senior Research Analyst Pasar Dana Beben Feri Wibowo mengakui, sentimen eksternal mendominasi pasar obligasi korporasi Indonesia, terutama sentimen terpilihnya Trump sebagai presiden AS.

Saat ini, pelaku pasar masih menunggu arah kebijakan ekonomi Trump serta siapa yang bakal diangkat menjadi Menteri Keuangan dan Menteri Perekonomian AS.

Terpilihnya Trump juga meningkatkan probabilitas spekulasi kenaikan suku bunga acuan AS pada Desember 2016. Alhasil, rupiah akhir pekan lalu sempat menembus Rp 13.800 per dollar AS.

Tapi, pasar obligasi korporasi Tanah Air diuntungkan likuiditas yang rendah ketimbang pasar obligasi pemerintah. Artinya, meski ada sentimen negatif yang menghantui, penurunan kinerja obligasi korporasi tidak akan sedalam surat utang negara (SUN).

Apalagi, jika dibandingkan dengan pencapaian tahun 2015, performa pasar obligasi korporasi Indonesia tahun ini lebih berkilau. Oleh karena itu, Beben memproyeksikan di waktu mendatang, pasar obligasi korporasi dalam negeri masih berpotensi menguat.

Penopangnya adalah intervensi pemerintah dalam mengendalikan nilai tukar rupiah, peningkatan konsumsi domestik karena faktor musiman, seperti Natal dan Tahun Baru, pembangunan infrastruktur dan kampanye pemilihan kepala daerah 2017, serta pencapaian pertumbuhan ekonomi dan laporan keuangan emiten per kuartal IV-2016.

Biaya obligasi naik

Head of Debt Research Danareksa Sekuritas, Yudistira Slamet berpendapat, efek Trump dan spekulasi kenaikan suku bunga The Fed memang sangat menekan pasar obligasi dalam negeri. Lihat saja yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun sudah membengkak menjadi 7,87%.

"Beruntung sebagian besar korporasi sudah menerbitkan obligasi pada Oktober 2016, sehingga tidak terlalu banyak penerbitan lagi di sisa tahun 2016," ujar Yudistira.

Maklum, yield obligasi yang merangkak naik akan berimbas pada meningkatnya biaya pendanaan atawa cost of fund (CoF) dalam penerbitan obligasi korporasi.

Desmon Silitonga, Analis Capital Asset Management, menilai, kenaikan biaya dana akan memicu sebagian korporasi menunda penerbitan obligasi korporasi hingga awal tahun 2017, sembari memantau kondisi.

Jika ada perusahaan yang membutuhkan dana, misalnya untuk ekspansi, mungkin akan menggeser waktu penerbitannya. Namun, sebagian emiten akan tetap melanjutkan rencana mengais dana dari pasar surat utang. Sebab, mereka membutuhkan dana untuk membayar utang jatuh tempo (refinancing).

Risikonya adalah investor bakal meminta kupon yang tinggi. Ada juga korporasi yang membutuhkan dana dari pasar obligasi untuk memenuhi kebutuhan modal kerja awal tahun 2017.

Maklum, secara umum biaya menerbitkan obligasi masih lebih rendah ketimbang berutang ke bank. Sebab, pasar obligasi ditopang tren penurunan suku bunga dan inflasi yang rendah.

Desmon memprediksi, total penerbitan obligasi korporasi pada tahun 2016 akan mencapai Rp 90 triliun–Rp 100 triliun. Ia meramalkan, pada pengujung 2016, yield obligasi korporasi bertempo tiga tahun dengan rating idAAA bakal mencapai 8%–9%.

Desmon juga memprediksi rata-rata total return obligasi korporasi mencapai 12%–15% sepanjang tahun ini. Sedang Yudistira memperkirakan di akhir 2016, yield obligasi korporasi bertenor tiga tahun dengan rating idAAA akan bergulir di kisaran 8%–8,5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×