Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Federal Reserve resmi menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps pada FOMC meeting pekan ini. Para pelaku pasar melihat langkah tersebut kemudian akan diikuti dengan berbagai bank sentral global lainnya yang akan turut menaikkan suku bunga acuan, termasuk Bank Indonesia (BI).
Ketika BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan, maka suku bunga deposito umumnya akan ikut naik. Namun, Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana melihat hal tersebut tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
Dia meyakini, dengan likuiditas domestik yang melimpah, lalu CASA perbankan yang tinggi, kenaikan suku bunga tidak serta merta membuat suku bunga deposito ikut naik. Di satu sisi, dia melihat hal ini justru membuat obligasi korporasi, khususnya yang memiliki tenor pendek, sebagai instrumen investasi yang paling diuntungkan.
Baca Juga: Rupiah Tertekan Sepekan Terakhir Saat Bank-Bank Sentral Mengerek Bunga
“Bunga yang ditawarkan obligasi korporasi tenor pendek akan ikut naik seiring dengan kenaikan suku bunga, tapi, perkiraan saya suku bunga deposito tidak naik untuk saat ini. Artinya, spread berpotensi menjadi lebih tebal,” ujar Fikri ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (17/6).
Dia mencontohkan, untuk obligasi korporasi dengan tenor satu tahun yang memiliki rating AAA, mungkin saja memiliki spread sekitar 200-250 bps dibanding deposito dengan tenor yang sama. Bahkan, menurutnya, tidak menutup kemungkinan jika angka tersebut bisa lebih tinggi.
Adapun, merujuk data Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), bunga obligasi korporasi dengan rating AAA bertenor 1 tahun saat ini sebesar 4,2%. Sementara itu, suku bunga deposito di salah satu bank BUKU IV saat ini sebesar 2,5%. Jika menggunakan data tersebut, artinya terdapat spread sebesar 170 bps.
Baca Juga: IHSG Melemah Sepekan Terakhir, Terseret Sentimen Kenaikan Suku Bunga The Fed
Lebih lanjut, Fikri melihat sekalipun para emiten nantinya harus memberikan bunga yang lebih besar, penerbitan obligasi korporasi bertenor pendek masih akan ramai. Apalagi, dengan kondisi saat ini menerbitkan obligasi korporasi bertenor menengah - panjang kurang menguntungkan. Selain itu, kenaikan suku bunga sangat mungkin ikut membuat naiknya suku bunga kredit perbankan.
“Jadi mencari pendanaan lewat penerbitan obligasi korporasi bertenor pendek nantinya bisa lebih menguntungkan, sekalipun cost of fund mengalami kenaikan. Apalagi minat untuk obligasi korporasi bertenor pendek masih akan tinggi,” imbuh Fikri.
Menurut dia, dengan pertumbuhan industri reksadana, akan banyak kalangan Manajer Investasi (MI) yang mencari obligasi korporasi bertenor pendek. Alhasil, dari sisi permintaan, obligasi korporasi masih akan punya minat yang tinggi ke depannya.
“Akan tetapi, dengan kondisi saat ini yang masih sangat volatile, para investor harus tetap berhati-hati dan selektif dalam memilah dan memilih obligasi korporasi,” tutup Fikri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News