Reporter: Wahyu Satriani, Dina Farisah | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pasar surat utang negara (SUN) sedang tertekan. Harga SUN seri acuan (benchmark) turun dan yield pun naik. Tapi, hal ini tampaknya tidak banyak mempengaruhi minat korporasi untuk menerbitkan surat utang baru hingga akhir tahun ini.
Wahyu Trenggono, Direktur Utama Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) melihat, masih banyak perusahaan yang akan menerbitkan obligasi untuk refinancing atau menutup utang jatuh tempo di tahun ini. Data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat, total obligasi korporasi yang jatuh tempo tahun ini sekitar Rp 21,7 triliun, terbesar dari sektor multifinance yang senilai Rp 13,1 triliun.
Tahun 2014, total nilai obligasi korporasi yang jatuh tempo meningkat. Nilainya mencapai sekitar Rp 29,4 triliun. Selain untuk refinancing, motif penerbitan obligasi korporasi juga untuk pendanaan ekspansi. Namun, Wahyu memperkirakan, penerbitan surat utang untuk ekspansi akan berkurang di tahun ini.
Tekanan inflasi akibat rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diperkirakan akan membuat posisi BI rate naik. "Korporasi harus menghitung ulang apakan return on investment (ROI) dari ekspansi tersebut bisa menutupi kewajiban pembayaran utang obligasi atau tidak," kata Wahyu.
Harga masih bisa turun
Beberapa obligasi korporasi yang siap terbit antara lain dari PT BII Finance yang akan merilis obligasi senilai Rp 1,5 triliun. Obligasi ini akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 19 Juni 2013.
BII Finance menawarkan dua seri. Seri A bertenor tiga tahun ditawarkan dengan kisaran kupon 7%-7,5%. Sedangkan seri B bertenor lima tahun ditawarkan dengan kupon di kisaran 7,75%-8% per tahun.
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) juga bakal mencatatkan obligasi di BEI pada 12 Juni 2013 senilai Rp 500 miliar. Obligasi ini bertenor lima tahun dan menawarkan kupon 8%..
Jemmy Paul, analis Sucorinvest Asset Management memprediksi, ketidakjelasan harga BBM akan menekan harga SUN di kisaran 150 basis-250 basis poin. Kisaran penurunan harga ini juga berlaku bagi obligasi korporasi. Dengan asumsi penurunan harga sebesar itu, yield obligasi juga berpotensi naik di kisaran yang sama.
Ia menyarankan, perusahaan menahan diri menerbitkan obligasi korporasi dalam waktu dekat, hingga kebijakan harga BBM jelas. Sementara bagi investor, bisa masuk jika yield SUN tenor panjang sudah mencapai 7%. Kemarin (29/5), yield surat utang pemerintah acuan seri FR64 bertenor 15 tahun sebesar 6,57%.
Adapun pertimbangan lain, adalah mengamati pergerakan rupiah. Investor dapat masuk ke instrumen obligasi saat rupiah bergerak di kisaran 9.900-10.000 per dollar AS.
Jemmy mengatakan, sektor yang paling terpengaruh inflasi tinggi adalah sektor multifinance. Nah, agar tetap memikat investor, perusahaan di sektor ini harus memberikan premium yield di atas 250 basis poin bila hendak menerbitkan obligasi.
Adapun obligasi korporasi yang masih menarik, kata Jemmy, adalah obligasi yang diterbitkan perusahaan-perusahaan sektor konsumer dan ritel. Sebab, sektor ini relatif lebih kebal menghadapi tekanan inflasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News