Reporter: Narita Indrastiti, Agustinus Beo Da Costa | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) resmi mengumumkan pembeli saham milik induk usahanya, Asia Color Company Limited (ACC) dan PT Multipolar Tbk (MLPL). Transaksi itu dilakukan dengan skema private placement di harga penawaran Rp 10.850 per saham.
Sekretaris Perusahaan LPPF Miranti Hadisusilo, dalam keterbukaan di Bursa Efek Indonesia, (BEI) menjelaskan, ada 222 investor yang berpartisipasi dalam placement ini.
Emiten memaparkan, 15 investor global menyerap Rp 4,2 triliun. Investor tersebut di antaranya, PT Schroders Indonesia, Capital Group, Fidelity dan Blackrock. Sementara, sisa saham sebesar Rp 10,2 triliun dialokasikan kepada investor lainnya. "Dari seluruh investor yang berpartisipasi dalam placement ini tidak terdapat hubungan afiliasi perseroan dan investor," tegas Miranti, Senin (25/3).
Setelah placement kepemilikan saham LPPF berubah. Sebelum placement Asia Color memiliki 73,25%, MLPL memiliki 24,9% dan publik 1,85%. Setelah placement, Asia Color memiliki 37,7%, MLPL 20,5% dan masyarakat termasuk pemegang saham baru memiliki 41,8%.
Namun, jika ada kelebihan permintaan, Asia Color akan kembali melepas 6% kepemilikannya. Dus, total saham yang dilepas 1,34 miliar saham setara dengan 47,85% saham. Artinya, total transaksi bisa Rp 14,56 triliun.
Nyatanya, pada Senin (25/3) LPPF telah melakukan transaksi tutup sendiri (crossing) di pasar negosiasi. Total nilai transaksi Rp 14,6 triliun. Tiga broker yang membantu dalam aksi ini adalah UBS Securities Indonesia, Morgan Stanley Indonesia, dan CIMB Securities Indonesia.
Miranti mengaku harus menggunakan agen stabilisasi, yaitu UBS, mengantisipasi pergerakan LPPF menjadi liar. Maklum per 21 Maret harga LPPF Rp 4.200.
Harga wajar
Meski demikian Miranti bilang, harga ini masih wajar. Sebab, penetapan harga terjadi saat periode masa penawaran awal alias bookbuilding pada institusi global. Harga penawaran itu mencerminkan price to earning ratio (PER) 41,1 kali.
Miranti pun mengklain, PER tersebut setara dengan emiten sejenis seperti Robinsons Departemens Stores Thailand 40,4 kali. PT Ace Hardware Tbk (ACES) 37,2 kali atau PT Sumber Alfaria Tbk (AMRT) 43,1 kali.
Harga yang bergerak di pasar reguler, menurut Miranti, tidak mencerminkan harga wajar. Sebab, free float yang kecil, yaitu 1,85% atau hanya 66.000 saham sejak 1 Januari.
Free float yang cukup besar diharap bisa meningkatkan likuiditas pasar LPPF di pasar sekunder. Emiten juga menjelaskan dalam tiga tahun ke depan, LPPF berencana membuka 15 toko baru tiap tahun di Indonesia.
Dari penjelasan yang disampaikan manajemen tersebut, Bursa Efek Indonesia memutuskan membuka suspensi saham sejak sesi dua perdagangan kemarin (25/3).
Pengamat pasar modal Yanuar Rizkie menilai, penjualan 40% saham LPPF milik Asia Capital dan MLPL hanya untuk memanfaatkan dana panas akibat kebijakan bank sentral negara maju. Mereka memanfaatkan investment banker, seperti Schroders, Capital Group, Fidelity, dan Blackrock. "Jadi, ini bagian dari liquidity game saja," ujar Yanuar.
Langkah ini sangat berisiko tinggi bagi investor ritel. Sebab, dana tersebut sebenarnya sangat berisiko untuk kembali keluar. Saat ini memang cukup membanjiri pasar akibat stimulus. "Mereka ambil high return pasti high risk," jelas Yanuar. Apalagi, perubahan persentase kepemilikan saham di LPPF tidak berdampak pada perubahan pengendali. Ini karena ACC dan MLPL masih memiliki hak suara lebih dari 51% saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News