Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada perdagangan hari ini aksi jual asing atau net sell di pasar reguler tercatat hampir Rp 1 triliun atau tepatnya Rp 993,94 miliar. Adapun dalam periode year to date (YTD) aksi jual asing mencapai Rp 15,55 triliun di pasar reguler. Analis menilai sentimen domestik membuat asing ketakutan.
Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menjelaskan investor asing kabur karena khawatir dengan kondisi dalam negeri.
“Adapun hal ini terlihat beberapa waktu belakangan asing sudah mulai keluar dari pasar Indonesia karena tercatat net sell Rp 200 miliar sampai Rp 300 miliar dalam sehari,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (24/9).
Jadi sebenarnya sebelum unjuk rasa asing sudah mulai keluar dari pasar Indonesia. Selain karena hari ini ada masalah unjuk rasa, di sepanjang 2019 ini menurut Teguh banyak sekali masalah yang terjadi dengan cerita yang berbeda sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan cukup dalam.
Baca Juga: IHSG memerah dua hari berturut-turut, ini penjelasan analis
Misalnya saja pada bulan Mei 2019 lalu ada masalah demonstrasi pemilihan presiden (pilpres) yang membuat IHSG terkoreksi sampai di level 5.800. Namun pada Juni sampai Juli IHSG mulai naik.
Kemudian IHSG kembali tertekan karena masalah cukai rokok yang membuat saham PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) terkoreksi cukup dalam. Alhasil, IHSG masih saja bergerak stagnan.
Namun menurut Teguh, berkaca pada bulan Mei kemarin IHSG mampu naik lagi karena diselamatkan investor lokal yang memanfaatkan momentum ini dengan banyak membeli saham yang murah.
Menurut Teguh dalam beberapa tahun terakhir, minat investor lokal meningkat untuk masuk ke pasar modal. Buktinya sampai saat ini jumlah investor individu sudah tembus 2 juta orang. Artinya investor ritel walaupun tidak memborong saham layaknya asing, bisa menyelamatkan IHSG karena orang yang membeli saham banyak.
Baca Juga: Tuntutan mahasiswa jelas: Batalkan RKUHP dan UU KPK
Di tengah keadaan ini, Teguh mengatakan semua saham baik bluechip, secondliner, ataupun third lliner harganya sudah murah. “Saham ASII di bawah Rp 7000 per saham yakni di Rp 6.457 kemudian saham BBNI juga sudah di level Rp 7.450 dari sebelumnya di Rp 8.000,” imbuhnya.
Jadi strategi yang paling tepat untuk dilakukan adalah masih wait and see hingga laporan keuangan kuartal III 2019 keluar. Sebab ada baiknya walaupun semua saham direkomendasikan beli karena harga murah, investor juga perlu memperhatikan fundamental perusahaannya.
Namun Teguh memberi lampu merah pada saham di sektor komoditas karena prospek batubara juga masih belum jelas.
Menurut Teguh bagi investor tidak usah terlalu memperhatikan masalah fluktuasi jangka pendek, jadi Teguh menyarankan beli saja lalu hold. Sebab saham bluechip yang sebelumnya naik 20%-30% saat ini valuasinya sudah turun jauh. Jadi ada peluang besar untuk cuan di kemudian hari.
Teguh memproyeksikan saham-saham ini, khususnya bluechip kinerjanya bakal kembali positif setelah 2020 di saat banyak program dan masalah politik yang mulai mereda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News