Reporter: Dupla Kartini | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak di pasar Amerika Serikat (AS) bertengger di level tertinggi lebih dari tiga tahun. Krisis di Venezuela semakin menyulut kenaikan harga komoditas energi ini.
Mengutip Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni di Nymex ditutup naik 96 sen menjadi US$ 72,24 per barel pada Senin (21/5).
Di pasar Asia, Selasa (22/5), kenaikan harga minyak WTI berlanjut menjadi US$ 72,49 per barel pukul 07.00 WIB. Ini harga tertinggi sejak Desember 2014.
Krisis di Venezuela semakin berat setelah Presiden Nicolas Maduro kembali terpilih pada pemilihan umum akhir pekan ini. Sejumlah pihak termasuk AS mengkritik kemenangan Maduro. AS melarang untuk membeli surat utang Venezuela maupun perusahaan minyak milik negara PDVSA. Hal ini diperkirakan akan semakin melemahkan industri energi yang sudah lumpuh di negara tersebut. Padahal, negara ini memiliki cadangan minyak bumi terbesar di dunia.
"Venezuela adalah risiko utama bagi pasar minyak untuk beberapa pekan dan bulan mendatang," kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol, seperti dilansir Bloomberg, Selasa.
Di saat bersamaan, ketegangan perang dagang antara AS dan China mereda, sehingga mengurangi kekhawatiran lesunya permintaan komoditas di kedua negara tersebut. Pada Minggu, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan, AS meredam perang dagang di tengah pembicaraan yang masih berlangsung dengan China. Bahkan, Senin, Penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow bilang, China berpeluang mengekspor gas alam cair dengan adanya komitmen dari Tiongkok untuk meningkatkan pembelian barang-barang dari AS.
"Eskalasi perang dagang yang mereda jelas faktor positif, karena China cenderung membeli banyak minyak, bensin dan LNG," kata Bob Yawger, Direktur berjangka di Mizuho Securities USA Inc, dikutip dari Bloomberg, Selasa.
Harga minyak dalam tren kenaikan bulanan ketiga berturut-turut. Selain kekhawatiran penurunan pasokan minyak karena krisis di Venezuela, pemotongan produksi oleh OPEC dan krisis di Timur Tengah, juga menjadi faktor pendongkrak harga minyak.
Seperti diketahui, AS menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran 2015 dan menjatuhkan kembali sanksi ekonomi terhadap negara produsen minyak terbesar ketiga di kelompok negara OPEC ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News