Reporter: Dina Farisah, Widiyanto Purnomo | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) terperosok ke level terendah sepanjang tahun 2015. Dalam jangka pendek, harga minyak sawit diperkirakan masih akan terpuruk.
Data Bloomberg pada Rabu (29/4) pukul 15.00 WIB memperlihatkan, harga CPO pengiriman bulan Juli 2015 di Malaysia Derivatives Exchange (MDE) senilai RM 2.082 per metrik ton atau turun 0,52% dibandingkan hari sebelumnya. Selama sepekan harga terpangkas 3,61%.
Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures, mengatakan, anjloknya harga CPO saat ini disebabkan oleh penurunan ekspor Malaysia selama empat tahun terakhir.
Pertumbuhan ekspor CPO Malaysia pada bulan ini juga melambat. Semula pada periode 1-10 April, ekspor melonjak 9,6%. Namun data ekspor periode 1-25 April ternyata hanya membukukan pertumbuhan 5,6%. "Tekanan CPO bertambah karena muncul potensi kenaikan produksi," ungkap Deddy.
Data Departemen Pertanian Amerika Serikat (AS) memperkirakan, produksi CPO Malaysia naik sebesar 17% selama pada bulan April. Sedangkan prediksi produksi CPO Malaysia untuk periode 2014-2015 mencapai 20,1 juta ton. Angka ini naik ketimbang produksi tahun sebelumnya, 19,54 juta ton.
Analis PT Monex Investindo Futures Ariana Nur Akbar melihat, harga CPO dalam jangka panjang kemungkinan akan turun. Pasalnya permintaan komoditas ini dari negara konsumen terbesar seperti Tiongkok dan India masih lemah. “Saya belum melihat ada indikasi harga akan terangkat dalam jangka panjang,” kata Ariana.
Selain itu, pasokan komoditas substitusi seperti minyak jagung dan kedelai yang melimpah juga bisa menjegal permintaan CPO. “Konsumen lebih menyukai minyak jagung atau kedelai karena harganya lebih rendah,” kata Ariana.
Jangka panjang
Namun, masih ada harapan penguatan harga CPO. Untuk diketahui, Kepala Staf Kepresidenan RI Luhut Panjaitan mengumumkan, bea keluar CPO akan efektif berlaku pada bulan Mei 2015. Nantinya, setiap ekspor CPO seharga US$ 750 per ton akan dikenakan bea keluar US$ 50.
Deddy menilai, regulasi ini akan menggerus harga CPO dalam jangka pendek. Namun, bea keluar juga berpotensi mendorong harga minyak sawit. Maklum, hasil pungutan ekspor itu akan dipergunakan untuk mensubsidi bahan bakar nabati berbasis CPO. Artinya, permintaan CPO bakal terkerek.
Dalam jangka panjang, CPO juga mendapat dukungan dari kenaikan permintaan Eropa. Sepanjang Maret lalu, ekspor Indonesia ke Eropa mencapai 392.000 ton. Permintaan ini diyakini tetap konsisten.
Secara teknikal, harga bergerak di bawah moving average (MA) 50, 100 dan 200. Moving average convergence divergence (MACD) berada di area negatif, yakni minus 24. Indikator stochastic juga turun di area 10%. Sementara relative strength index (RSI) bergerak turun di area 33%.
Sepekan mendatang Deddy memprediksi, harga CPO masih terkapar di kisaran RM 1.980-RM 2.200 per metrik ton. Sementara hingga akhir tahun, harga berpeluang terkerek ke RM 2.100-RM 2.300 per metrik ton.
Sedangkan Ariana menduga, harga minyak sawit pada Kamis (29/4) akan bergerak di kisaran RM 2.080-RM 2.040 per metrik ton. Selama sepekan harga di RM 1.980-RM 1.940 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News