Reporter: Anna Marie Happy, Choirunnisak Fauziati | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) belum mampu kembali ke level US$ 90 per barel. Selama tiga hari, harga minyak bergerak di antara US$ 87 hingga US$ 89 per barel. Para analis menduga, minyak masih dalam tren melemah.
Kontrak pengiriman minyak WTI untuk September 2012, di Nymex, Rabu (25/7) pukul 18.35 WIB senilai US$ 88,65 per barel. Nilai itu menguat 0,17% dari posisi penutupan di hari sebelumnya.
Pergerakan harga minyak yang masih bertengger di bawah level US$ 90 per barel terjadi setelah ada laporan yang menunjukkan peningkatan stok minyak di Amerika Serikat (AS). American Petroleum Institute mengatakan persediaan bensin di AS meningkat 2,35 juta barel, pada minggu lalu.
Sedangkan estimasi dari 11 analis yang disurvei Bloomberg menyebutkan pasokan akan menyusut 1 juta barel. Tapi jika memang estimasi itu salah, harga minyak akan semakin sulit kembali ke US$ 90 per barel. "Jika laporan dari Kementerian Energi AS serupa dengan minggu lalu maka harga minyak sulit ke US$ 90," tegas Stephen Schork, Presiden The Schork Group Inc di Villanova, Pennsylvania seperti dikutip Bloomberg.
Kondisi itu diperparah dengan pengumuman dari China sebagai negara pengimpor minyak terbesar kedua di dunia. Industri di Negeri Tembok Raksasa itu sedang berjalan perlahan.
Suluh Adil Wicaksono, Kepala Analis Askap Futures, mengatakan, koreksi harga minyak lebih disebabkan dari sentimen Eropa yang tidak kunjung membaik. Dia memprediksi minyak akan anjlok hingga kisaran US$ 80 per barel, akhir pekan ini. "Yunani yang tidak setuju menjalankan persyaratan pencairan anggaran bailout membuat pasar semakin cemas dengan kondisi yang tidak menentu," papar Suluh kepada KONTAN, kemarin (25/7).
Sulit bangkit
Selain itu rilis dari Moody\'s Investors Service sebagai lembaga pemeringkat internasional yang mengubah outlook jangka panjang Belanda, Jerman, Perancis dan Luxemburg turut mewarnai kekhawatiran pasar. Outlook keempat negara tersebut diturunkan dari stabil ke negatif.
Analis Soegee Futures, Nizar Hilmy, melihat koreksi harga minyak yang terjadi saat ini masih dalam kondisi wajar. Setelah pekan lalu harga minyak sebesar US$ 92 per barel. Nizar bilang saat ini pelaku pasar sedang melakukan aksi ambil untung setelah menyentuh level tertinggi.
Nizar menambahkan embargo minyak dari Iran sebenarnya bisa menjadi sentimen pengangkat harga minyak. Namun nyatanya, saat ini pasar masih tertuju terhadap krisis di Eropa. Selain itu, pertumbuhan ekonomi di China yang melambat membuat harga minyak makin terpuruk.
Karena itu, Nizar memprediksi, harga minyak masih akan dalam tren melemah. Kondisi krisis Eropa yang masih memburuk akan membuat harga minyak akan bergerak di area US$ 86 - US$ 90 per barel dalam pekan ini.
Suluh pun memprediksi harga minyak masih turun di pekan ini. Dia memprediksi harga minyak di US$ 90 sampai US$ 80 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News