Reporter: Dimas Andi | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lesunya minat investor terhadap obligasi korporasi menimbulkan kondisi dilematis tersendiri bagi tiap perusahaan yang menerbitkan instrumen tersebut.
Rio Ariansyah, Senior VP & Head of Investment Recapital Asset Management menyampaikan, mayoritas perusahaan biasanya menerbitkan obligasi korporasi dalam dua seri, yakni satu bertenor pendek untuk kebutuhan refinancing, sedangkan sisanya bertenor menengah hingga panjang untuk kebutuhan ekspansi bisnis di masa mendatang.
Ketika pasar bergejolak, sebagian investor cenderung menghindari risiko berinvestasi pada instrumen jangka panjang. Dengan kata lain, obligasi bertenor pendek akan lebih ramai jumlah peminatnya. "Kalau nilai penerbitan untuk seri tenor panjang sedikit, ekspansi perusahaan bisa terganggu," ungkap Rio, Kamis (27/9).
Di sisi lain, Fikri C. Permana, Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia berpendapat, peminat obligasi korporasi tidak benar-benar berkurang. Hal ini mengingat tujuan dan ekspektasi imbal hasil dari masing-masing investor berbeda. "Investor yang kelebihan dana biasanya tidak terlalu sensitif terhadap perubahan yield," tuturnya.
Hanya saja, pihak perusahaan penerbit obligasi korporasi tetap harus menyesuaikan minat investor dan kondisi pasar terkini sebelum benar-benar merilis instrumennya. Selain mempertimbangkan pemberian kupon yang lebih tinggi, tidak ada salahnya perusahaan mengubah target penerbitan sebelum masa penawaran berlangsung.
Hal ini dengan catatan, perusahaan sudah menyesuaikan kebutuhan pendanaan dan beban cost of fund hingga risiko dan imbal hasil yang bisa diterima para investor di pasar.
Sekadar informasi, beberapa penerbit obligasi korporasi belakangan ini gagal memenuhi target jumlah pokok. Misalnya, jumlah pokok Obligasi Berkelanjutan III FIF Tahap IV Tahun 2018 yang mampu diserap pasar hanya mencapai Rp 1,3 triliun. Padahal, obligasi milik Federal International Finance tersebut menargetkan mampu memperoleh jumlah pokok sebesar Rp 1,5 triliun.
Selain itu, obligasi dan sukuk ijarah berkelanjutan yang diterbitkan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya mampu mencatatkan jumlah dana sebesar Rp 1,06 triliun. Angka ini lebih rendah ketimbang target perusahaan sebesar Rp 2,5 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News