Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pergerakan pasar yang penuh antisipasi berhasil menopang laju penguatan rupiah di hadapan dollar AS. Meski masa depan rupiah Kamis (22/9) sepenuhnya bergantung dari proyeksi ekonomi Amerika Serikat yang tertuang dalam rapat FOMC dini hari nanti.
Di pasar spot, Rabu (21/9) posisi rupiah terangkat tipis 0,06% di level Rp 13.137 per dollar AS dibanding hari sebelumnya. Berbeda, di kurs tengah Bank Indonesia nilai tukar rupiah justru terkikis tipis 0,04% di level Rp 13.148 per dollar AS.
Yulia Safrina, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures menuturkan pasar saat ini sedang memilih sikap wait and see sehingga rupiah bisa memanfaatkan posisi unggul. Sebabnya dari dalam negeri, diekspektasikan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDGBI) akan memangkas suku bunga sekitar 25 bps.
Jika hal itu terjadi, rupiah bisa mendapatkan kekuatan untuk unggul lebih tinggi. “Fundamentalnya saat ini ekspektasi global negatif sementara dari dalam negeri lebih positif,” jelas Yulia.
Tidak heran posisi rupiah pun berhasil menguat meski tipis. Pasalnya belum ada kepastian baik dari BI maupun The Fed seperti apa kebijakan ekonomi yang diambil. Pasar masih menduga The Fed akan tetap mempertahankan suku bunganya, artinya ada potensi dollar AS kembali tertekan.
Dukungan lainnya bagi mata uang Garuda datang dari naiknya harga minyak mentah dunia mendekati level US$ 45 per barel. Sebagai mata uang berbasis komoditas, kenaikan ini beri suntikan tenaga walau tidak secara langsung dan spesifik. Tapi paling tidak bisa jadi daya tahan.
“Beban rupiah juga datang dari pelemahan yen akibat keputusan Bank of Japan mempertahankan suku bunga negatifnya,” tutur Yulia.
Rupiah sebagai mata uang Asia ikut terseret. Hanya saja ini memang faktor sementara sehingga rupiah tetap dulang keunggulan tipis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News