Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sepertinya, langkah Moody's Investor Service dalam menaikkan rating obligasi dollar dan rupiah milik pemerintah Indonesia belum berdampak banyak pada harga surat utang negara (SUN). Sebagai bukti, kemarin, berdasarkan data Perhimpunan Pedagang Surat Utang Negara (Himdasun), indeks harga SUN Indonesia turun menjadi 99,9200. Ini merupakan posisi terendah sejak 19 Juli 2010 lalu.
Padahal, dengan adanya kenaikan rating obligasi Indonesia, ekspektasi resiko atas pembayaran obligasi menjadi rendah sehingga bisa menaikkan harga obligasi.
Menurut Handy Yunianto, Analis Obligasi Mandiri Sekuritas, turunnya indeks SUN disebabkan kecemasan investor akan tingkat inflasi di Indonesia. "Kalau inflasi tinggi, maka, ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga acuan sehingga tingkat yield juga akan terdongkrak," jelasnya. Faktor itulah yang kemudian menyebabkan harga SUN menjadi turun.
Handy melihat, koreksi yang terjadi di pasar obligasi dalam dua minggu terakhir cukup dalam. Terkait hal itu, dia merekomendasikan agar investor membeli obligasi jangka pendek dan melepas obligasi jangka panjang. "Meski yield jangka panjang tinggi, namun yang menjadi pertanyaan, apakah investor mau mengambil resiko atas kondisi inflasi saat ini?" katanya.
Menurutnya, saat ini, investor memilih untuk menunggu apakah pemerintah dan BI bisa menekan laju inflasi atau malah sebaliknya. Dia sendiri menilai, ada kemungkinan BI menaikkan suku bunga acuan. "Potensi kenaikan suku bunga ada, namun sepertinya bakal terjadi di bulan Maret atau April," jelasnya.
Catatan saja, kemarin, Moody's menaikkan peringkat obligasi Indonesia menjadi Ba1 dari sebelumnya Ba2. Moody's beralasan, perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan positif. Selain itu, posisi utang publik Indonesia juga kian membaik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News