kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.919   11,00   0,07%
  • IDX 7.193   52,26   0,73%
  • KOMPAS100 1.105   10,19   0,93%
  • LQ45 877   10,63   1,23%
  • ISSI 221   0,76   0,35%
  • IDX30 448   5,44   1,23%
  • IDXHIDIV20 539   4,64   0,87%
  • IDX80 127   1,28   1,02%
  • IDXV30 134   0,28   0,21%
  • IDXQ30 149   1,42   0,96%

Meski banyak relaksasi kebijakan, saham properti belum akan kinclong di tahun ini


Selasa, 08 Januari 2019 / 19:12 WIB
Meski banyak relaksasi kebijakan, saham properti belum akan kinclong di tahun ini


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Banyaknya relaksasi kebijakan oleh pemerintah rupanya belum bisa menjamin kinerja saham-saham emiten sektor properti bakal kinclong di tahun ini. Analis Semesta Indovest Sekuritas Aditya Perdana Putra menilai kondisi tersebut masih terganjal suku bunga kredit.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), dalam sepekan terakhir indeks saham emiten sektor properti, real estate dan konstruksi sukses menguat 3,67% ke harga 464,18. Menurutnya, setelah kebijakan relaksasi Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) khususnya untuk rumah mewah dan keringanan pajak properti, sektor tersebut mampu bangkit.

“Namun saya masih kurang yakin bahwa prospek sektor properti akan kembali cemerlang. Ini karena prospek earning dari seluruh emiten properti belum akan sebaik 5 tahun-6 tahun lalu, dan masih menunggu suku bunga turun lagi,” kata Aditya kepada Kontan.co.id, Selasa (8/1).

Meskipun begitu, peluang Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) untuk mempertahankan suku bunga acuannya di tahun ini, bisa memberikan angin segar. Sebab, dampak turunannya Bank Indonesia (BI) berpotensi untuk memangkas suku bunga acuannya.

Di sisi lain, penguatan nilai tukar rupiah bakal berdampak positif bagi emiten sektor properti yang memiliki eksposure utang dalam bentuk dollar AS dan jumlahnya cenderung tinggi. Penguatan rupiah tersebut, diharapkan mampu mengurangi beban bunga dan akan berdampak positif bagi margin bersih perusahaan properti.

Peluang untuk sektor properti pick up lebih cepat tergantung dari daya beli masyarakat dan penurunan suku bunga kredit. Selain itu, implementasi DP 0% juga bisa mendorong penguatan sektor tersebut, mengingat saat ini masih banyak perbankan yang menerapkan aturan DP 10%.

“Diakui, masyarakat lebih banyak saving saat ini, terlihat dari penempatan dana pihak ketiga (DPK). Ditambah lagi, pengembang besar masih belum cukup masif membangun rumah dengan harga di bawah Rp 1 miliar,” ungkapnya.

Sementara itu, jika diperhatikan belum semua perusahaan properti mengumumkan target belanja modal di 2019. Baru baru ini, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) mengumumkan ada kenaikan 39% secara yoy dari sisi belaja modalnya di 2019.

“Ini artinya, perusahaan itu optimistis kinerja tahun ini akan lebih baik dibandingkan tahun lalu,” ujarnya.

Selain itu, beberapa kinerja saham properti turut berkorelasi positif terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), seperti SMRA dengan target harga Rp 920, ASRI dengan target harga Rp 350, BSDE dengan target harga Rp 1.425, PWON dengan target harga Rp 710 dan CTRA dengan target harga Rp 1.125 per saham.

“Rata rata (harga saham properti) sudah naik, investor juga sepertinya sudah masuk ke semua saham tersebut, jadi masih bisa di hold,” tandasnya.

Dia menambahkan, sektor konstruksi, barang konsumsi dan perbankan memiliki peluang cukup besar untuk menguat. “Bagi investor yang sudah cuan di saham properti bisa mengalihkan keuntungannya ke sektor-sektor tersebut,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×