Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham properti mulai merangkak naik. Saham properti, yang tercermin dalam indeks sektor properti, real estat dan konstruksi bangunan, sudah tumbuh 8,05% sejak awal tahun hingga kemarin atau year-to-date (ytd).
Pencapaian ini melampaui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang naik 3,76% (ytd). Tahun lalu, indeks properti minus 4,31%. Sementara pada 2016, saham ini tumbuh 5,47%. Apakah ini tanda sektor properti mulai bangkit?
Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji menyatakan, saham properti tumbuh lantaran tahun lalu merosot. Secara teknikal, indeks sektor properti dan konstruksi sudah oversold pada akhir tahun lalu. Jadi, wajar apabila saham properti mulai menguat.
Rata-rata price to earning ratio (PER) emiten konstruksi maupun properti pada tahun lalu masih rendah. Sehingga wajar jika pergerakan harga sahamnya kembali bangkit. Saat ini, emiten properti yang memiliki PER di bawah 15 kali antara lain APLN, ASRI, BSDE, LPCK dan LPKR. Saham-saham ini menarik dicermati. "BSDE memiliki land bank yang masih digarap menjadi kawasan dengan land value tinggi," kata Nafan pada KONTAN, Rabu (14/2).
Kinerja emiten properti yang ditunjang penjualan produk komersial berpotensi besar untuk tumbuh. Hal ini seiring pertumbuhan ekonomi yang banyak ditopang konsumsi. "Emiten properti mampu menangkap peluang potensi pertumbuhan pasar domestik," imbuh Nafan.
Research Manager Shinhan Sekuritas Indonesia Teuku Hendry Andrean menyatakan, pertumbuhan sektor properti dan konstruksi juga disumbang oleh kenaikan beberapa saham emiten konstruksi. Pada akhir tahun lalu, sektor ini sempat tertekan karena isu cashflow. "Beberapa sudah mendapat sindikasi pinjaman," kata Teuku.
Tahun ini, dia melihat prospek sektor properti masih netral. Penilaian tersebut tak terlepas dari pencapaian emiten properti pada tahun lalu yang masih di bawah target.
Dari beberapa sektor, penjualan landed house masih berat. Sedangkan yang masih baik adalah segmen high rise building.
Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki menyatakan, hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia menjadi pemicu tambahan sektor ini, selain nilai tukar rupiah. Dia menyatakan rencana kenaikan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) bisa menjadi sentimen negatif. Sebab, bila The Fed mengerek suku bunga, maka kurs rupiah bisa melemah.
Achmad menyatakan, saham properti yang berpotensi tumbuh bagus adalah yang memiliki segmen menengah ke bawah. Selain lebih terjangkau, pembeli rumah pertama akan menjadi pendongkraknya. Emiten seperti CTRA dan SMRA diprediksi akan lebih diuntungkan. PPRO juga memiliki segmen yang sama, namun emiten ini tidak memiliki land bank yang banyak. "Jadi mereka harus joint venture dengan pemilik lahan," kata Achmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News