Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,5% nyatanya belum mampu membawa rupiah berbalik menguat. Justru, kenaikan tingkat suku bunga tersebut dirasa kurang dalam mengangkat rupiah ditengah kondisi indeks dollar AS yang sedang bergairah.
Mengutip Bloomberg di pasar spot, Rabu (23/5) pukul 16.00 rupiah tercatat melemah 0,47% menjadi Rp 14.209 per dollar AS. Sementara, mengutip Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) pada website Bank Indonesia rupiah tercatat melemah 0,09% menjadi Rp 14.192 per dollar AS. Level rupiah hari ini adalah paling lemah sejak Oktober 2015.
Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan meski Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan memberikan pernyataan optimistis rupiah akan stabil, tetapi bila tidak ada langkah konkrit selain kenaikan suku bunga dan intervensi besar-besaran pasar belum cukup tertarik untuk berinvestasi di pasar domestik. Apalagi, kini selisih imbal hasil suku bunga AS dan Indonesia semakin kecil.
Faisyal memproyeksikan hingga akhir tahun atau jangka panjang rupiah masih menanggung beban berat untuk menguat, apalagi membalikkan ke level Rp 13.900 per dollar AS.
"Saat ini fundamental yang tercermin dari neraca perdagangan dan inflasi masih kurang menggembirakan," kata Faisyal. Bahkan, kenaikan dollar AS juga tidak menopang kinerja pada eksportir.
Selain itu, gangguan kemanan dan ketidakstabilan politik di Indonesia juga rentan membawa dampak negatif ke laju rupiah. Belum lagi, The Fed pada Juni mendatang sudah bisa dipastikan akan menaikkan suku bunga acuannya kembali.
Sementara Ahmad Mikail Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia mengatakan tujuan pemerintah menaikkan suku bunga adalah untuk menurunkan nilai impor. "Dengan pemerintah naikkan suku bunga pertumbuhan kredit melambat diharapkan investasi melambat dan impor melambat sehingga neraca perdagangan bisa surplus lagi," kata Mikail. Dengan impor melambat dan bisa ciptakan surplus maka rupiah berpeluang menguat.
Sementara, di pasar keuangan dengan naiknya tingkat suku bunga bisa dorong penawaran yield surat utang semakin kompetitif dan asing jadi tertarik masuk kembali ke Indonesia. "Ini jadi faktor positif juga bagi nilai tukar," kata Mikail.
Menurut Faisyal kunci rupiah bisa menguat kembali adalah melalui kebijakan pemerintah. "Dulu pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi, sekarang apa yang ditawarkan, kalau pemerintah bilang yakin rupiah stabil tetapi pengusaha tidak diberi insetif saya rasa cukup berat untuk perekonomian bergerak stabil lagi," kata Faisyal.
Bila langkah konkrit tidak segera dijalankan Faisyal memperkirakan rupiah hingga akhir tahun bisa melemah ke rentang Rp 14.000 per dollar AS-Rp15.000 per dollar AS.
Untuk jangka panjang, Mikail memproyeksikan BI akan kembali meningkatkan suku bunga. Namun, keputusan tersebut bersifat defensif sambil melihat kebijakan yang AS ambil terhadap suku bunganya.
Mikail juga berpendapatn rupiah tidak akan kembali ke Rp 13.900 per dollar AS. Nilai tukar rupiah akan mencari keseimbangan baru di Rp 14.100 per dollar AS hingga Rp 14.200 per dollar As.
Mikail optimistis rupiah tidak akan menyentuh Rp 15.000 per dollar AS karena ia memproyeksikan defisit neraca perdagangan akan menurun, penerimaan pajak naik dan harga komoditas naik.
Pada semester II, Mikail memproyeksikan ekspor pada neraca perdagangan akan naik didukung dari harga CPO yang membaik. Sebelumnya neraca perdagangan di Maret 2018 sempat surplus karena ekspor batubara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News