Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang ketiga Covid-19 bisa menjadi batu sandungan yang mengerem laju pemulihan bisnis restoran atau waralaba food & beverage (F&B). Meski begitu, bisnis restoran di Indonesia masih terasa gurih dengan peluang pengembangan usaha yang tetap terbuka.
Pada periode awal tahun 2022 ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) kedatangan anggota baru dari segmen perusahaan F&B, yakni PT Champ Resto Indonesia Tbk (ENAK). Emiten yang memiliki sejumlah brand gerai F&B antara lain Gokana dan Raa Cha ini sedang dalam periode masa penawaran pada 2 Februari - 4 Februari 2022 dengan harga penawaran Rp 850.
Kehadiran ENAK menambah semarak emiten pengelola restoran di bursa saham. Namun, terkait penawaran umum perdana saham alias Initial Public Offering (IPO) PT Champ Resto Indonesia Tbk, Analis Panin Sekuritas William Hartanto memberikan catatan.
William mengatakan, IPO seringkali menjadi ajang spekulasi pelaku pasar. Oleh sebab itu, jamak dijumpai saham-saham IPO yang menguat beberapa hari setelah listing. Hanya saja, mesti diingat bahwa pola ini tidak berlaku mutlak.
Ada beberapa faktor penentu, meliputi seberapa besar peredaran saham di publik, faktor penjatahan, hingga tekanan jual yang besar saat listing (exit strategy) di hari pertama. William melihat minat pelaku pasar berspekulasi di saham-saham IPO masih tinggi, mengingat peluang meraih keuntungan jangka pendek relatif besar.
Baca Juga: Tahun Baru Imlek Jadi Momentum Positif Bagi Sejumlah Sektor Usaha
Hal tersebut bisa terjadi di sektor manapun. "Dalam hal ini, ENAK berpotensi mengalami hal yang sama. Menguat di awal, dan kembali normal di akhir," kata William saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (3/2).
Apalagi, pemulihan bisnis di segmen restoran dinilai masih cukup berat di tengah ancaman gelombang covid-19 yang kembali mengintai. Dengan begitu, prospek bisnis emiten restoran masih dihantui kebijakan pembatasan mobilitas alias PPKM diperketat.
Mempertimbangkan kondisi ini, William masih merekomendasikan wait and see untuk saham-saham emiten restoran atau waralaba F&B. Sebab, potensi pelemahan masih mungkin terjadi.
Hal senada juga disampaikan oleh Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya. Dia membenarkan bahwa bisnis waralaba restoran saat ini masih dihantui kekhawatiran lonjakan kasus covid-19 dan pengetatan PPKM.
Peluang bagi bisnis ini mungkin didapat pada semester kedua, jika penyebaran kasus covid-19 sudah kembali terkendali. Kegiatan masyarakat yang meningkat bakal mendorong kinerja emiten restoran.
Namun, di sisi lain harus juga diperhatikan kemungkinan kenaikan inflasi pada tahun ini yang didorong oleh kenaikan harga pangan. Kondisi ini bisa saja menggerus laba dari emiten waralaba F&B.
"Pergerakan saham dari emiten-emitennya cenderung sepi transaksi dan sideways. Diperkirakan di kuartal pertama ini pergerakannya bisa sideways cenderung terkoreksi 5%-10%," ujar Cheryl.
Kondisi ini cukup tergambar dari beberapa saham emiten waralaba F&B yang pergerakan harga saham secara year to date (ytd) berada di zona merah. Misalnya saja PT MAP Boga Adiperkasa Tbk (MAPB) yang secara ytd telah turun 3,11%, meski pada perdagangan hari ini ditutup menguat 1,96% ke Rp 1.560.
Kemudian ada emiten pengelola gerai Pizza Hut, PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) yang harga sahamnya secara ytd merosot 2,94%. Pada perdagangan Kamis (3/2) ini, harga saham PZZA tidak bergerak di level Rp 660.
Selanjutnya ada PT Pioneerindo Gourmet International Tbk (PTSP). Pengelola gerai ayam goreng CFC ini mencatatkan penurunan 12,86% secara ytd. Pada perdagangan hari ini saham PTSP tidak bergerak di Rp 6.100.
Lalu PT Cipta Selera Murni Tbk (CSMI). Emiten pengelola restoran cepat saji (fast food) Texas Chicken mengalami penurunan 5,15% ke Rp 3.500 pada perdagangan saham hari ini. Saham CSMI sudah turun 3,85% secara ytd.
Baca Juga: Garudafood (GOOD) Siapkan Produk Merek Garuda untuk Menyambut Imlek
Sedangkan emiten pengelola waralaba KFC di Indonesia, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) mampu mencatatkan kenaikan harga saham sebanyak 1,03% secara ytd. Meski begitu, harga saham FAST pada perdagangan Kamis (3/2) ini ditutup melemah 1,99% menjadi Rp 985.
Meski begitu, Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora melihat masih ada katalis positif yang bisa mendongkrak kinerja emiten di sektor F&B pada periode semester pertama 2022.
Pertama, inflasi tahunan Indonesia meningkat 2.18% pada Januari 2022 dari 1.87% pada Desember 2021, yang merupakan level tertinggi dalam 20 bulan terakhir.
"Hal ini mengindikasikan daya beli masyarakat telah membaik, sehingga harusnya menjadi katalis positif untuk emiten waralaba," kata Andhika.
Kedua, bulan Ramadan yang akan berlangsung pada bulan April diproyeksikan bakal menjadi sentimen positif untuk emiten-emiten di sektor waralaba F&B. Sebab, bulan Ramadan menjadi momentum ampuh yang bisa mendongkrak daya beli masyarakat.
Meski begitu, Andhika juga berpandangan bahwa lonjakan penyebaran varian omicron menjadi penghambat pemulihan sektor restoran. "Selain itu mayoritas emiten waralaba kurang likuid transaksinya yang berarti kurang diminati oleh para pelaku pasar," ungkapnya.
Dalam kondisi ini, Andhika menjagokan tiga emiten. Yakni MAPB dengan rekomendasi buy on weakness di level Rp 1.450 - Rp 1.500 (support Rp 1.420, dengan target penguatan ke Rp 1.730).
Kemudian, rekomendasi buy on weakness untuk PZZA pada rentang Rp 640 - Rp 660 (Support Rp 630 dan rekomendasi buy dengan target penguatan ke Rp 700), serta rekomendasi buy on weakness untuk FAST pada Rp 965 - Rp 985 (support Rp 950, dengan target penguatan ke Rp 1.130).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News