Reporter: Grace Olivia | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski tergolong sangat baru, produk dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif (DINFRA) dinilai punya potensi yang bagus. DINFRA dianggap dapat menampung peluang yang tidak diakomodasi produk investasi alternatif lainnya, seperti RDPT, EBA, maupun DIRE.
Head of Alternative Investment & Product Division Mandiri Manajemen Investasi (MMI), Nugroho Prasetyo menjelaskan, ada sejumlah kelebihan pada produk DINFRA yang dapat menjadi pertimbangan investor. Pertama, sektor yang dapat dijangkau DINFRA terbilang sangat luas, karena tidak ada batasan kelayakan seperti DIRE yang hanya diperuntukkan bagi real estate.
Kedua, pengelolaan underlying asset DINFRA juga sangat fleksibel, di mana manajer investasi dapat menempatkan dana pada efek, surat utang, maupun proyek infrastruktur fisik secara sekaligus. "Jadi, return dari instrumen lain seperti obligasi atau pasar uang bisa meng-offset return dari proyek fisik yang mungkin masih sangat kecil atau negatif di awal-awal tahun investasi," ujar Pras, (Kamis (3/5).
DINFRA juga dapat menjawab kebutuhan investor yang ingin tetap memperoleh recurring income setiap tahun, terlepas dari apakah proyek yang menjadi acuan adalah proyek greenfield ataupun brownfield. Selain itu, tidak ada juga batasan jumlah investor yang dapat berpartisipasi dalam DINFRA.
Direktur Bahana TCW Investment Soni Wibowo menambahkan, melalui KIK DINFRA, manajer investasi juga dimungkinkan untuk melakukan fund-raising terlebih dahulu sebelum menentukan proyek mana yang menjadi underlying asset-nya.
"Biasanya kan tentukan proyek dulu, tapi kalau DINFRA bisa sebaliknya. Jadi, MI akan fund-raising dengan hanya memberi gambaran pilihan sektor dan beberapa opsi proyek yang potensial tanpa perlu menentukan sejak awal," papar Soni.
Namun, Pras juga memaparkan beberapa hal yang perlu diupayakan pemerintah agar instrumen DINFRA ini bisa lebih berkembang. Selain sosialisasi yang lebih gencar kepada investor dan penetapan aturan pajak, Pras menilai OJK juga dapat memperjelas aspek regulasi mengenai DINFRA, yang mungkin bisa turut dijadikan pilihan investasi bagi institusi keuangan non-bank (IKNB).
Sekadar informasi, dalam peraturan OJK Nomor 56/POJK.05/2017 tentang Perubahan Kedua tentang Investasi SBN bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank, telah disebutkan DINFRA menjadi salah satu instrumen investasi infrastruktur yang dapat menjadi pilihan.
MMI hingga saat ini juga belum menerbitkan produk DINFRA. Namun, Pras menjelaskan, selama ini ada beberapa preferensi MMI dalam menerbitkan instrumen investasi alternatif. Antara lain, MMI lebih memilih melakukan akuisisi penerbitan saham baru atau nantinya bersifat kemitraan ketimbang mengakuisis penuh.
Selain itu, MMI juga memilih sektor yang dianggap defensif terhadap gejolak pasar dan memiliki demand yang stabil tinggi seperti infrastruktur di sektor jalan tol dan ketenagalistrikan. "Selanjutnya, kami juga meminimalisasi risiko dengan hanya memilih perusahaan yang sudah berkompeten di bidangnya selama puluhan tahun," tutur Pras.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News