kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menimbang dampak kebijakan pemangkasan PPh bunga obligasi pada industri reksadana


Senin, 24 September 2018 / 21:11 WIB
Menimbang dampak kebijakan pemangkasan PPh bunga obligasi pada industri reksadana
ILUSTRASI. Beragam Jenis Reksadana


Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana Kementerian Keuangan memangkas pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi pemerintah kembali muncul ke permukaan. Pengurangan pajak tersebut berpotensi mempengaruhi tingkat permintaan reksadana berbasis obligasi, terutama oleh investor institusi dengan dana besar.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, dampak kebijakan pengurangan PPh bunga obligasi terhadap industri reksadana bergantung pada keputusan besarannya. Seperti yang diketahui, saat ini pajak dan diskonto yang dikenakan untuk investor obligasi ialah sebesar 15%. Sementara, sebagai wajib pajak, reksadana diberi keringanan pajak dan diskonto hanya 5%.

"Kalau nanti PPh-nya diturunkan jadi sama dengan reksadana 5%, atau lebih rendah, baru itu akan berefek kurang bagus ke pasar reksadana, terutama reksadana pendapatan tetap dan terproteksi," ujar Wawan, Senin (24/9).

Pasalnya, Wawan menilai, selama ini investor cenderung memilih berinvestasi pada obligasi melalui instrumen reksadana dengan pertimbangan pajak bunga yang lebih rendah. Apalagi, investor dengan dana jumbo seperti perusahaan asuransi atau institusi lainnya, di luar Dana Pensiun yang dibebaskan dari pajak bunga.

Namun, lain lagi ceritanya jika pemerintah juga ikut menurunkan PPh tersebut untuk reksadana. "Kalau pajak reksadana ikut turun, misal jadi 0%, minat investor institusi justru makin bagus pada reksadana," pungkas Wawan.

Selain reksadana pendapatan tetap dan terproteksi, kinerja reksadana campuran dan pasar uang juga berpotensi tertekan. Meski memang, porsi penempatan dana kedua jenis reksadana tersebut pada instrumen obligasi hanya kecil. Lain halnya dengan reksadana pendapatan tetap dan terproteksi yang porsinya bisa mencapai 80%.

Wawan tak menampik, tahun ini menjadi tantangan berat bagi reksadana berbasis obligasi. Apalagi, Bank Indonesia diproyeksi akan kembali menaikkan suku bunga acuan dalam pekan ini menyusul keputusan The Federal Reserves.

"Sepertinya kinerja reksadana pendapatan tetap secara rata-rata masih akan minus, -1% hingga -2% dan ini wajar kalau melihat sentimen sekarang ini," prediksi Wawan.

Namun, Wawan juga melihat kondisi ini sebagai peluang bagi investor untuk mengecap imbal hasil yang lebih tinggi, terutama pada reksadana teproteksi, "Investor reksadana terproteksi bisa dapat rata-rata yield yang lebih tinggi dan terhindar dari risiko pergerakan harga karena sifatnya di-lock sampai jatuh tempo," ujar dia.

Sementara, reksadana pendapatan tetap diproyeksi Wawan akan kembali pulih di tahun depan. Ini seiring dengan kenaikan suku bunga acuan yang kiranya sudah lebih terbatas, masuknya pendapatan dari kupon obligasi yang berkala, serta aliran dana investor asing yang kembali masuk seiring dengan kondisi politik yang kondusif dan niilai tukar yang sudah lebih stabil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×