kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.943.000   -7.000   -0,36%
  • USD/IDR 16.340   46,00   0,28%
  • IDX 7.108   -48,06   -0,67%
  • KOMPAS100 1.036   -7,15   -0,69%
  • LQ45 793   -7,13   -0,89%
  • ISSI 231   -1,02   -0,44%
  • IDX30 412   -2,67   -0,64%
  • IDXHIDIV20 483   -2,57   -0,53%
  • IDX80 116   -0,87   -0,75%
  • IDXV30 119   -0,80   -0,67%
  • IDXQ30 133   -0,85   -0,64%

Menilik Potensi Instrumen Investasi Pasca Pemangkasan Suku Bunga BI


Senin, 26 Mei 2025 / 15:47 WIB
Menilik Potensi Instrumen Investasi Pasca Pemangkasan Suku Bunga BI
ILUSTRASI. BI sudah melakukan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,5% pada RDG BI di pekan lalu


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,50% pada Rabu (21/5). Ini merupakan pemangkasan suku bunga untuk kedua kalinya di tahun ini, setelah BI menurunkan suku bunga acuan pada Januari 2025.

Sejalan dengan langkah tersebut, suku bunga deposit facility dan lending facility masing-masing diturunkan ke level 4,75% dan 6,25%.

Chief Investment Officer PT Inovasi Finansial Teknologi (Makmur), Stefanus Dennis Winarto menilai penurunan suku bunga menjadi katalis positif bagi instrumen obligasi secara jangka panjang.

"Ketika suku bunga acuan turun, imbal hasil (yield) obligasi cenderung ikut menurun, yang pada akhirnya mendorong kenaikan harga obligasi dan membuka peluang capital gain," tulisnya dalam keterangan resmi, Senin (26/5).

Hanya saja, potensi kenaikan harga ke depan cenderung lebih terbatas dibandingkan fase awal penurunan suku bunga. Hal itu tercermin dari turunnya yield obligasi pemerintah 10 tahun (ID10Y) dari level 7,3% di Januari menjadi 6,8% bahkan sebelum pengumuman RDG-BI pada Mei 2025.

Baca Juga: Kurangi Risiko, Dapen Alihkan Investasi dari Saham ke Instrumen yang Lebih Stabil

Selain pasar obligasi, kebijakan pelonggaran moneter juga berdampak positif bagi pasar saham, khususnya pada sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan suku bunga, seperti perbankan, properti, dan barang konsumsi. Ketiga sektor ini umumnya mendapat katalis positif saat tren suku bunga menurun.

Di sektor perbankan, sebagian besar laba bank berasal dari kegiatan pembiayaan, terutama pendapatan bunga. Penurunan suku bunga membuat biaya pinjaman menjadi lebih murah, yang dapat mendorong permintaan kredit. Di saat yang sama, risiko kredit cenderung menurun.

Di sektor properti, suku bunga yang lebih rendah akan menyebabkan suku bunga pinjaman seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) cenderung turun. Hal ini membuat pinjaman lebih terjangkau dan meningkatkan minat masyarakat untuk membeli properti.

Untuk sektor barang konsumsi, kebijakan moneter yang longgar dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Konsumsi rumah tangga pun cenderung naik, terutama untuk produk kebutuhan sehari-hari, sehingga menopang kinerja emiten barang konsumsi.

Di sisi lain, indeks saham dan beberapa sektor tersebut telah mengalami kenaikan cukup signifikan dalam dua bulan terakhir.

"Oleh karena itu, strategi yang lebih bijak adalah melakukan buy on weakness, yaitu akumulasi saham saat harga terkoreksi, bukan membeli secara terburu-buru di puncak harga," terangnya.

Baca Juga: Ketidakpastian Tinggi, Intip Instrumen Investasi yang Bisa Dilirik

Meskipun sentimen domestik menunjukkan perbaikan, Stefanus mengingatkan investor tetap perlu mewaspadai berbagai risiko eksternal. Sebab, masih adanya ketidakpastian perang dagang, arah kebijakan suku bunga The Fed dan fluktuasi nilai tukar rupiah.

"Ketidakpastian ini berpotensi memicu volatilitas baru di pasar global," katanya.

Oleh karena itu, investor perlu cermat dalam memilih instrumen investasi sesuai dengan profil risiko. Bagi investor yang menginginkan potensi imbal hasil lebih tinggi dalam jangka panjang, reksadana saham dinilai dapat menjadi pilihan karena valuasi saham masih tergolong rendah secara historis.

"Sementara itu, bagi investor dengan profil risiko konservatif hingga moderat yang menginginkan imbal hasil lebih stabil, reksadana pendapatan masih menjadi pilihan yang tepat," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×