Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Melakukan investasi itu ibarat naik kelas. Semakin tinggi tingkatannya, makin berani dan bijaksana untuk memutuskan pilihan investasi yang tepat. Prinsip ini telah tertanam di benak pemimpin perusahaan PT Asuransi Cigna Indonesia, Christine Setyabudhi, dan menerapkannya untuk mengatur keuangan pribadi.
Christine mengenal tabungan dari celengan ketika berumur empat tahun. "Dulu kami punya banyak celengan. Ibu dan ayah sering memberi uang jika nilai ulangan 100 atau rapor saya bagus. Bisa diberi Rp 5 sampai Rp 25. Kalau nilainya merah, justru dipotong," kenangnya.
Namun, Christine belum sempat menikmati hasil jerih payahnya itu. Ketika celengan-celengan kecilnya sudah terisi penuh, kebijakan sanering atau pemotongan nilai mata uang yang diterapkan tahun 1960-1965, membuat kegembiraan Christine hanyut. "Pengalaman buruk ini sangat mendalam bagi masa muda saya. Sampai-sampai, saya enggak mau buang celengannya," kenangnya.
Perkenalannya dengan asuransi dimulai setelah Christine menikah tahun 1981. Ia memutuskan untuk tidak bekerja. Uang yang diperoleh dari sang suami setiap bulan, ia sisihkan untuk mengambil asuransi endowment. Ia mengambil tiga asuransi dengan basis mata uang dollar Amerika Serikat dan jangka waktu 20 tahun. Dari satu asuransi, ia menerima US$ 20 juta.
Tahun 1996, ia pun mencoba investasi reksadana. Meski krisis ekonomi global dan pasar saham anjlok tahun 1998, ia mempertahankan reksadananya yang hampir tak memiliki nilai. "Saya coba top up sedikit demi sedikit dari bonus yang saya terima. Hampir hilang nilainya, tapi saya pertahankan," kata dia. Tahun 2007, barulah ia menikmati hasilnya. Reksadananya naik sekitar 475%.
Tahun 2001, Christine tertarik membeli properti di Australia. Uang US$ 60 juta hasil asuransinya selama dua puluh tahun ia jadikan modal apartemen untuk anaknya yang bekerja di Australia.
Christine merasakan keuntungan berlipat ganda dari properti yang ia beli dulu. Ia pun keranjingan membeli properti. "Saya cukup agresif di sektor ini, karena asetnya ada dan nilai investasinya naik pesat," ucapnya bangga.
Hampir 60% gajinya digunakan sebagai cicilan untuk properti. Boleh dibilang, hanya 20% dari gaji yang ia pakai untuk kebutuhan sehari-hari. Sisanya untuk investasi. Beban tanggungannya lebih ringan karena anak-anaknya telah bekerja dan sudah mandiri.
Properti menjadi portofolio utama dalam investasinya saat ini. Aset propertinya tersebar di beberapa area di Jakarta. Misal, apartemen di kawasan Sudirman Central Business District, rumah toko (ruko), dan rumah.
Kebiasaannya berinvestasi pun ia ajarkan kepada kedua anaknya. Ia memakai hasil asuransi sejak 2002 untuk uang muka apartemen. Angsuran dibayar dengan gaji si anak. "Dulu yang biasanya suka keluar makan siang, sekarang mau dibawakan makan siang dari rumah biar hemat," ujarnya sambil tertawa.
Namun, Christine perlahan mulai menghentikan kegemarannya membeli properti. Lantaran, menurutnya, harga properti di Jakarta sudah menggila. "Harga properti di Jakarta sekarang sudah gak wajar, terlalu mahal," kata dia.
Meskipun begitu, Christine tetap terus menjadikan investasi ke dalam bagian hidupnya. "Yang pasti, kita harus disiplin dan bekerja keras untuk mencapai sesuatu. Tak apa-apa menabung sedikit demi sedikit, asalkan teratur dan disiplin," sarannya untuk investor pemula.
Ia mengingatkan agar tak mudah tergiur dengan investasi yang instan dan hasil yang instan karena akan berakhir cepat. Ia percaya, kedisiplinan berinvestasi akan menjadikan seseorang lebih bijak dan melanjutkan ke investasi yang lebih besar.
Mencari Lokasi Pensiun
Christine bertekad memiliki tempat tinggal yang jauh dari keramaian kota semasa pensiun. Maka, setiap Sabtu, ia bersama suami pagi-pagi sudah berangkat dari rumah di Jakarta ke luar kota, mencari lokasi yang masih sejuk dan asri, seperti Bogor, Sukabumi, Subang, maupun daerah di Jawa Barat lainnya.
Perempuan nomor satu di Cigna Indonesia ini bermimpi bisa tinggal di desa sambil bercocok tanam dan beternak kambing untuk kegiatannya di hari tua mendatang. Namun, dirinya mengaku belum mempunyai target properti yang akan diincarnya. "Masih lihat-lihat potensi yang ada kok," tambahnya.
Di usianya yang kian matang, Christine telah mempersiapkan betul rencana hidupnya dengan suami di masa tua mendatang. Ia membeli asuransi baru yang memiliki tunjangan kesehatan dan investasi untuk mereka berdua. "Ini untuk jaminan, soalnya agak susah masuk asuransi jika sudah terlalu tua," tambahnya. Ia menyisihkan sekitar 15% gaji untuk asuransi.
Untuk urusan kesehatan, perempuan asal Surabaya terinsiprasi dari sang ibu. "Ibu saya itu usianya sudah 86 tahun, tapi masih semangat untuk jalan kaki dan pergi," tuturnya. Ternyata, sang ibu berlatih tai chi selama 20 tahun. Sejak itu, Christine berkomitmen menjaga kesehatan dengan berolahraga sekitar 30 menit sehari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News