Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pekan ini. Rupiah didukung oleh ekspektasi dipangkasnya suku bunga yang melemahkan dolar AS.
Mengutip Bloomberg, Jumat (6/12), rupiah spot ditutup pada posisi Rp 15.845 per dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah tercatat menguat sekitar 0,11% secara harian dan naik tipis 0,01% dari level akhir pekan lalu Rp 15.847 per dolar AS.
Sementara, kurs Rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) ditutup pada posisi Rp 15.848 per dolar AS, Jumat (6/12). Rupiah Jisdor menguat 0,27% dari posisi kemarin, namun melemah 0,34% dalam sepekan terakhir dari posisi Rp 15.856 per dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Menguat ke Rp 15.845 Per Dolar AS Pada Hari Ini (6/12)
Research & Development Trijaya Pratama Futures Alwi Assegaf mencermati, penguatan rupiah pekan ini sejalan dengan dolar AS yang tertekan. The Greenback mengalami depresiasi karena prospek pemangkasan suku bunga kembali mencuat.
Alwi menjelaskan, dolar tertekan usai pernyataan pejabat The Fed, Christopher Waller, di awal pekan yang mengatakan bahwa masih ada ruang pemangkasan bunga karena inflasi sudah melandai dari target 2%. Alhasil, pernyataan bernada dovish itu menyeret pelemahan indeks dolar.
Kemudian, sentimen risk-on mulai muncul seiring adanya gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah. Akibatnya, aset safe haven seperti dolar AS mengalami koreksi karena minat berkurang sejalan dengan sentimen perang mereda.
Di sisi lain, dolar AS cukup mendapat tenaga usai pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, yang menyatakan ekonomi AS masih lebih kuat dari perkiraan. Powell akan menjalankan pendekatan hati-hati dalam menurunkan suku bunga, sehingga mungkin tidak seagresif yang dibayangkan pasar.
Oleh karena itu, Alwi mengatakan, data tenaga kerja AS hari ini bakal menjadi perhatian karena berkaitan erat dengan arah suku bunga Fed. Pelaku pasar memperkirakan Non Farm Payroll (NFP) akan menambah 200 ribu pekerjaan, meningkat daripada 12 ribu pada bulan Oktober.
‘’Rupiah pekan ini dipengaruhi ketidakpastian arah suku bunga Fed,’’ ucap Alwi saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (6/12).
Baca Juga: Cadangan Devisa Diperkirakan Stagnan pada Desember 2024, Ini Penyebabnya
Dari internal, Alwi menyebutkan, nilai tukar dipengaruhi rilis data S&P Gobal Manufaktur PMI Indonesia pada Senin (2/12) yang menunjukkan kontraksi 5 bulan berturut-turut, namun ada perbaikan dari 49,2 pada Oktober menjadi 49,6 pada November.
Rupiah juga dipengaruhi data inflasi bulan November sebesar 1,55% yang menunjukkan adanya perlambatan dari 1,77% pada bulan Oktober. Kemudian, rilis data cadangan devisa (cadev) yang mengalami penurunan menjadi US$ 150,2 miliar di akhir pekan (6/12).
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong turut mencermati, penguatan rupiah sepekan ini utamanya dipengaruhi oleh meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed. Hal itu menyusul serangkaian data ekonomi Amerika diantaranya klaim pengangguran, ADP Employment Change, serta ISM Service terpantau lebih lemah dari harapan.
Sementara, faktor dari internal dinilai kurang mendukung penguatan nilai tukar rupiah. Adapun data menunjukkan inflasi Indonesia kembali turun dan mencapai batas bawah target BI di level 1.5%, serta cadev yang lebih rendah dari perkiraan.
‘’Penguatan rupiah berasal dari pelemahan dolar atau eksternal,’’ kata Lukman kepada Kontan.co.id, Jumat (6/12).
Menurut Lukman, rupiah pekan depan masih akan dipengaruhi oleh sentimen eksternal dengan fokus utama data inflasi AS yang akan dirilis hari Rabu (11/12). Sentimen Trump dan situasi geopolitik juga masih perlu tetap diwaspadai dan selalu bisa kembali menekan rupiah.
Rupiah akan lebih dulu diuji hasil data penting Non Farm Payroll (NFP) AS malam ini. Apabila hasil seperti data tenaga kerja AS pekan ini yang lebih lemah, maka rupiah berpotensi menguat di awal pekan.
Dari domestik, lanjut Lukman, data minggu depan yang perlu menjadi perhatian ialah indeks kepercayaan konsumen pada hari Senin (9/12) dan penjualan ritel pada hari Selasa (10/12). Namun, faktor eksternal diperkirakan jauh lebih berpengaruh pada rupiah.
Alwi memandang, rupiah pekan depan akan dipengaruhi data tenaga kerja AS akhir pekan ini dan data inflasi tengah pekan depan. Hasil data-data tersebut akan menjadi sinyal lebih lanjut terkait arah suku bunga.
Di samping itu, rupiah mungkin bisa cenderung positif dalam beberapa pekan menuju akhir tahun. Hal tersebut mengingat adanya potensi window dressing dan koreksi IHSG cukup signifikan yang bisa menarik masuk para investor asing.
‘’Kemungkinan adanya dana masuk setelah IHSG koreksi ataupun obligasi juga berpotensi membantu rupiah di pekan-pekan mendatang,’’ tutur Alwi.
Alwi memproyeksi rupiah cenderung positif di pekan depan yang berpotensi bergerak di kisaran Rp 15.700 – Rp 15.965 per dolar AS. Sedangkan, Lukman memperkirakan rupiah akan berada di rentang Rp 15/750 – Rp 16.000 per dolar AS di pekan depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News