Reporter: Riska Rahman | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga batubara memang mendatangkan berkah bagi beberapa emiten, terutama emiten yang bergerak di sektor tambang dan sektor penunjang tambang lainnya. Sebaliknya, kenaikan harga komoditas ini berdampak negatif terhadap kinerja emiten semen.
Beberapa emiten semen seperti PT Semen Baturaja Tbk (SMBR), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) harus menanggung beban tambahan berkat kenaikan harga batubara. Maklum, batubara menjadi bahan bakar pabrik penggilingan semen.
Produsen semen memilih memakai batubara lantaran penggunaan energi lain justru lebih mahal. "Kami lebih memilih menggunakan batubara karena lebih ekonomis," ujar Sekretaris Perusahaan SMGR Agung Wiharto pada KONTAN baru-baru ini.
Harga batubara terus menanjak sejak tahun lalu. Bahkan, harga komoditas ini sempat menembus US$ 100 per metrik ton. Hal ini menekan kinerja keuangan para emiten semen, lantaran besarnya porsi bahan bakar terhadap total beban perusahaan. Bagi SMGR, total biaya bahan bakar bisa mencapai 25% hingga 30% dari total beban pokok pendapatan mereka.
Tak jauh berbeda, Direktur Utama SMBR Rahmad Pribadi pun mengaku jumlah beban bahan bakar ini mencapai sekitar 30% dari total beban pokok pendapatan.
Senada, Corporate Secretary INTP Antonius Marcos juga menyebut, beban bahan bakar mewakili 40% sampai 42% dari total beban pabrikasi emiten semen swasta ini. Adapun beban pabrikasi INTP di kuartal III-2017 lalu Rp 1,32 triliun.
Lantaran harga batubara diprediksi akan terus meningkat di tahun ini, para emiten semen menyiapkan strategi untuk mengurangi beban bahan bakar tersebut.
SMGR misalnya, menurut Agung, kini beralih menggunakan batubara kualitas medium dan rendah untuk menghemat biaya. Selain itu, SMGR juga menggunakan energi dari pembangkit listrik gas buang sebagai sumber energi untuk pabrik Tuban I-IV.
Perusahaan holding semen ini juga meningkatkan penggunaan biomassa dari sekam padi dan kulit mete. "Total ada sekitar 10% untuk mengganti batubara dengan biomassa untuk bahan bakar pabrik kami di Padang, Tuban, dan Tonasa," papar Agung.
Hampir sama, INTP pun mencampur batubara berkualitas tinggi dengan kualitas menengah dan rendah. Emiten ini juga menggunakan bahan bakar alternatif seperti biomassa, ban dan oli bekas. "Bahan bakar alternatif sudah mewakili 3% sampai 4% dari total bahan bakar," kata Antonius.
Berbeda, SMBR berniat mengakuisisi tambang batubara di Sumatra Selatan. Nantinya, perusahaan ini bisa menghemat biaya hingga hingga US$ 2,1 juta, atau sekitar Rp 30 miliar per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News