Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kinerja emiten lahan industri selama paruh pertama tahun ini masih diwarnai perlambatan seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Wajar, penjualan lahan industri erat kaitannya dengan kondisi makro ekonomi.
Dari lima emiten lahan industri yang telah merilis laporan kinerjanya semeter I, rata-rata laba bersihnya mengalami penurunan sebesar 13,6%. Hanya saja, penjualan dan pendapatan usaha rat-rata sektor kawasan industri ini justru masih tercatat naik 9,48%.
Kinerja terbaik dicatat oleh PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) dengan meraup pertumbuhan laba bersih 18,4% menjadi Rp 477,8 miliar dan pendapatan tumbuh 12,2% menjadi Rp 850,2 miliar. Kendati mengalami pertumbuhan, penjualan lahan industri dan komersial perseroan justru mengalami penurunan 30% secara year on year (yoy) menjadi Rp 373,2 miliar. Pendapatan perseroan lebih ditopang oleh penjualan hunian dan ruko serta rumah susun.
Kinerja positif juga ditorehkan PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST). Laba bersih dan pendapatannya masing-masing tumbuh 8,8% dan 35%. Pendapatan perseroan masih didominasi penjualan tanah industri yakni 87% terhadap total pendapatan. Penjualan tanah tumbuh 38,7% secara tahunan. Sisanya, pendapatan disumbang oleh maintenance fee & air rental Rp 28,4 miliar, golf Rp 629,3 juta, coffee shop Rp 1,06 miliar, restoran Jepang Rp 2,93 miliar dan pendapatan lain-lain Rp1,52 miliar.
Lalu, emiten baru PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) masih mencatat pertumbuhan walaupun hanya tipis sekali. Laba bersihnya tumbuh 3,15% menjadi Rp 772,1 miliar dan pendapatan naik 4% menjadi Rp1,27 triliun. Penjualan lahan tumbuh 129% secara tahunan menjadi Rp 1,24 triliun dan menyumbang porsi mayoritas terhadap pendapatan yakni 97%. Selebihnya diperoleh dari penjualan perumahan dan pendapatan komersial.
Sementara PT Modernland Realty Tbk (MDLN) dan PT Kawasan Industri Jababekan Tbk (KIJA) sama-sama mengalami perlambatan kinerja. Masing-masing mengalami penurunan laba bersih sebesar 58% dan 40,6%.
Kendati mengalami perlambatan, pendapatan KIJA sebenarnya masih tumbuh 2,2% menjadi Rp 1,47 triliun. Labanya merosot akibat beban yang harus dipikul membengkak. Penjualan tanah matang, tanah dan bangunan pabrik menyumbang 25,3% terhadap total pendapatan KIJA. Penjualan ini mengalami penurunan 36,3% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan KIJA lainnya diperoleh dari penjualan ruang perkantoran dan ruko Rp 83,7 miliar, tanah dan rumah Rp 49,9 miliar, pendapatan dari tanah, vila dan pariwisata Rp 14,3 miliar, pembangkit tenaga listrik naik dari Rp 601,06 miliar menjadi Rp 733,5 miliar, jasa dan pemeliharaan Rp 120 miliar, Dry port naik Rp 62 miliar, golf Rp 30,2 miliar, penyewaan ruang perkantoran pabrik dan ruko Rp 6,4 miliar, dan kondominium Rp 1,6 miliar.
Semester I, MDLN mengantongi pendapatan sebesar Rp 1,43 triliun dan penjualan lahan menyumbang kontribusi 81,8% atau sebesar Rp 1,17 triliun. Namun, sumbangsihnya masih lebih rendah 3,5% dari periode Juni 2014.
Kiswoyo, Analis Investa saran Mandiri menilai perlambatan yang dialami oleh emiten kawasan industri selama paruh pertama disebabkan oleh perlambatan ekonomi. Pasalnya, pertumbuhan penjualan lahan industri berhubungan dengan kondisi ekonomi. Jika ekonomi melambat maka investor atau pengusaha akan menahan ekspansinya dan permintaan akan lahan industri akan menurun.
Dia melihat pendapatan pengembang kawasan industri masih mengalami peningkatan lantaran harga jual lahan mengalami kenaikan. Sementara dari sisi jumlah penjualan lahan mengalami penurunan karena perlambatan ekonomi tadi. “Itu sebabnya banyak emiten yang memangkas target panjualan lahan tahun ini,” kata Kiswoyo pada KONTAN, Rabu (5/8).
Senada, Reza Priyambada, analis NH Korindo mengatakan pertumbuhan pendapatan emiten lahan industri disebabkan oleh kenaikan harga jual lahan industri saja dan tidak disertai dengan peningkatan secara volume.
Reza menilai prospek pengembang kawasan industri semester II akan tergantung pada situasi makro ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi membaik maka minat orang untuk membangun pabrik akan naik sehingga permintaan akan lahan industri akan meningkat. Sebaliknya, kinerja emiten akan semakin merosot meskipun harga jual lahan naik.
Sedangkan Kiswoyo melihat prospek emiten kawasan industri masih positif. Perkiraannya sektor ini akan tumbuh 5%-10% hingga akhir tahun. Sebab prediksinya, ekonomi akan mengalami perbaikan. Industri manufaktur akan mengalami pertumbuhan setelah bea masuk impor dinaikkan.
Untuk emiten kawasan industri, Kiswoyo maupun Reza merekomendasikan buy saham LPCK dan SSIA. Target harga Kiswoyo masing-masing Rp 11.800 dan 1.200, sedangkan target Reza Rp 9.300 dan Rp 950.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News