Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Produk dengan aset dasar saham lapis kedua atau second liner bisa menjadi pilihan investasi bagi investor. Pasalnya, tekanan pasar modal ikut menyeret turunnya harga produk ini sehingga makin murah.
Salah satunya, Mandiri ASA Sejahtera yang memiliki kebijakan berinvestasi pada saham-saham di luar efek 20 besar. Head of Corsec dan Business Support Mandiri Manajemen Investasi (MMI) Mauldy R Makmur mengakui, saham berkapitalisasi menengah dan kecil memiliki valotilitas lebih tinggi ketimbang saham kapitalisasi besar. Akibatnya, saham ini akan turun lebih dalam apabila pasar tengah bergejolak.
"Namun sebaliknya, saham medium to small cap juga naik lebih tinggi saat pasar bullish," ujar Mauldy.
Mauldy berujar hasil riset dan backtesting MMI dalam 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) lebih unggul apabila dibandingkan dengan LQ45. "Sehingga terlihat bahwa kinerja IHSG tersebut ditopang oleh saham-saham di luar LQ45 atau saham medium to small cap," kata dia.
Menilik fund factsheet Oktober 2015, reksadana ini memiliki komposisi portfolio sebesar 90,12% di saham. Sedangkan sisanya sekitar 9,88% pada pasar uang.
Produk ini sejatinya leluasa memutar aset dasar di pasar uang maksimal 20%. Selain itu juga bisa menempatkan pada efek saham sekitar 80% hingga 100%.
Alokasi sektor terbesar ditempatkan pada properti sekitar 44%, trading 23% dan infrastruktur 7%. Sisanya pada sektor lainnya sekitar 26%.
Adapun kepemilikan aset terbesar antara lain saham PT Bank Tabungan Negara, PT Matahari Department Store dan PT Pembangunan Perumahan. Lalu, PT Summarecon Agung dan PT Surya Citra Media.
Infovesta Utama mencatat reksadana ini berkinerja minus 27,89% dalam satu tahun terakhir per 1 Desember 2015. Kinerja tersebut di bawah IHSG yang minus 11,74% pada periode yang sama.
Mauuldy optimistis kinerja produk tersebut akan membaik seiring naiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Kinerja saham medium to small cap akan bergerak secara siklus dimana kenaikannya didahului oleh saham-saham big cap. Saat inin, saham LQ45 sudah mulai membaik," ujar dia.
Reksadana ini mulai ditawarkan 8 Februari 2013 lalu. Investor bisa menyiapkan kocek Rp 1 juta untuk minimum pembelian awal. Sedangkan untuk minimum penjualan kembali diitetapkan Rp 50.000.
Investor akan dikutip biaya pembelian maksimum 5% dari nilai transaksi pembelian unit penyertan. Selain itu juga akan dikenakan biaya penjualan kembali dan pengalihan investasi masing-masing maksimum 5% dari nilai transaksi.Biaya jasa manajer investasi dan jasa bank kustodian dikenakan masing-masing 3% dan 0,15% per tahun.
Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo mengatakan memperkirakan kinerja ASA hingga akhir tahun ini masih akan di bawah IHSG. Sedangkan untuk kinerja tahun depan akan dipengaruhi oleh strategi manajer investasi ataupun pemilihan efek dan saham.
Menurut Beben, kinerja produk ini akan ditopang oleh saham sektor properti atau konstruksi yang memiliki porsi besar dalam aset dasar. Sektor ini akan diuntungkan oleh fokusnya pemerintah terhadap pembangunan infrastruktur.
Di samping itu, upaya pemerintah mendorong kepemilikan rumah masyarakat seperti adanya program sejuta rumah, pemberian down payment kepemilikan rumah maksimal RP 4 juta bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan yang dialokasikan RP 9,23 triliun guna memfasilitasi pembiayaan rumah 87.390 unit pada tahun depan juga akan menopang pertumbuhan sektor tersebut.
"Reksadana ini menerapkan strategi neutral untuk sektor perbankan, sektor perdagangan, jasa dan investasi," kata dia.
Di sisi lain, kebijakan investasi yang menyasar pada efek atau saham second liner juga akan menguntungkan apabila kondisi pasar modal membaik. Beben memprkirakan rata-rata return reksadana saham tahun depan akan berkisar 11,34% hingga 14,88%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News