kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.278.000   -12.000   -0,52%
  • USD/IDR 16.695   42,00   0,25%
  • IDX 8.275   111,21   1,36%
  • KOMPAS100 1.154   17,76   1,56%
  • LQ45 844   12,45   1,50%
  • ISSI 286   3,78   1,34%
  • IDX30 443   6,51   1,49%
  • IDXHIDIV20 512   8,80   1,75%
  • IDX80 130   2,06   1,61%
  • IDXV30 137   1,09   0,80%
  • IDXQ30 141   2,17   1,57%

Meneropong Kinerja Emiten Konglomerasi Hingga Kuartal III-2025, Siapa Paling Unggul?


Senin, 03 November 2025 / 20:53 WIB
Meneropong Kinerja Emiten Konglomerasi Hingga Kuartal III-2025, Siapa Paling Unggul?
ILUSTRASI. Kinerja keuangan emiten-emiten grup konglomerasi bervariasi hingga kuartal III-2025, beberapa sektor tertentu mencatat kinerja cukup positif. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/04/09/2025


Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja keuangan emiten-emiten grup konglomerasi tampak bervariasi hingga kuartal III-2025, di mana ada beberapa sektor tertentu yang mencatatkan kinerja cukup positif.

Dari sekian grup konglomerasi, emiten-emiten yang terafiliasi dengan Prajogo Pangestu terlihat mampu meraih kinerja keuangan cemerlang. Emiten seperti PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), hingga PT Petrosea Tbk (PTRO) kompak mengalami pertumbuhan pendapatan dan laba bersih.

BRPT misalnya, pendapatan emiten ini melesat 232,93% year on year (yoy) menjadi US$ 5,56 miliar per kuartal III-2025 sedangkan laba bersihnya melambung 2.072,20% yoy menjadi US$ 26,80 juta.

Baca Juga: Investor Kabur dari Saham Konglomerasi, Blue Chips Jadi Primadona Baru

Praktis, hanya PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) saja yang mengalami penurunan kinerja, di mana laba bersihnya terkoreksi 46,95% yoy menjadi US$ 30,44 juta. Namun, pendapatan CUAN masih dapat tumbuh 45,88% yoy menjadi US$ 796,62 juta per kuartal III-2025.

Beralih ke Grup Djarum, mayoritas emiten yang terafiliasi dengan keluarga Hartono ini masih cukup solid. Contohnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) mampu mencetak kenaikan pendapatan dan laba bersih hingga kuartal III-2025.

PT Global Digital Niaga Tbk (BELI), emiten e-commerce Grup Djarum juga berhasil memangkas rugi bersih 1,60% yoy menjadi Rp 1,84 triliun per kuartal III-2025. Hasil ini dibarengi oleh kenaikan pendapatan 25,56% yoy menjadi Rp 15,23 triliun.

Berlanjut ke Grup Salim, duo emiten konsumer mereka yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) sama-sama mengalami penurunan laba bersih per kuartal III-2025, kendati pendapatannya kompak tumbuh.

Di sisi lain, emiten sawit Grup Salim, yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) mampu meraih kenaikan pendapatan dan laba bersih dalam sembilan bulan pertama 2025.

Kinerja emiten data center Grup Salim, PT DCI Indonesia Tbk (DCII), juga gemilang dengan pendapatan naik 74,39% yoy menjadi Rp 1,92 triliun dan laba bersih melesat 83,53% yoy menjadi Rp 824,98 miliar. Emiten otomotif Grup Salim, PT Indomobil Sukses International Tbk (IMAS) juga meraih lonjakan laba bersih 216,60% yoy menjadi Rp 257,60 miliar, sementara pendapatannya naik 4,62% yoy menjadi Rp 22,72 triliun.

Baca Juga: Begini Rekomendasi Saham Saat Ada Rotasi Minat ke Saham Konglomerasi

Grup Astra jadi salah satu konglomerasi yang mengalami tekanan kinerja. Ini terlihat dari pendapatan PT Astra International Tbk (ASII) yang terkikis 1,10% yoy menjadi Rp 243,60 triliun dan laba bersihnya juga tergerus 5,34% yoy menjadi Rp 24,47 triliun per kuartal III-2025. Anak usaha ASII, yaitu PT United Tractors Tbk (UNTR) juga mengalami koreksi laba bersih 26,43% yoy menjadi Rp 11,47 triliun, sedangkan pendapatannya hanya tumbuh 0,91% yoy menjadi Rp 100,46 triliun.

Namun, Grup Astra tertolong oleh kinerja PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) yang mampu tumbuh positif, baik dari sisi top line maupun bottom line.

Kinerja Grup Sinar Mas juga cukup ditopang oleh emiten yang bergerak di industri sawit, yaitu PT Sinar Mas Agro Resources and Technologies Tbk (SMAR) yang mampu meraih pertumbuhan laba bersih 54,30% yoy menjadi Rp 1,60 triliun. Adapun pendapatan SMAR juga tumbuh 16,60% yoy menjadi Rp 65,65 triliun.

Sebaliknya, dua emiten Sinar Mas di bidang properti dan kawasan industri, yaitu PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dan PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) sama-sama mengalami tekanan kinerja pendapatan dan laba bersih. Bahkan, laba bersih BSDE dan DMAS menyusut dua digit masing-masing 49,53% yoy dan 53,10% hingga kuartal III-2025.

Sementara itu, Grup Bakrie meraih cuan dari PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) yang mampu mencatatkan kinerja pendapatan dan laba bersih positif per kuartal III-2025. Sayangnya, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mengalami tekanan kinerja, yang mana laba bersih mereka ambles 76,10% yoy menjadi US$ 29,4 juta.

Sebagian emiten di bawah Grup Lippo cenderung lesu kinerja keuangannya. Contohnya, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang mengalami penurunan pendapatan dan laba bersih per kuartal III-2025. Namun, PT Siloam Hospitals Tbk (SILO) sanggup meraih kenaikan pendapatan dan laba bersih.

Berkaca dari hasil tersebut, Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menyampaikan, kinerja emiten-emiten grup konglomerasi cenderung sejalan dengan kondisi sektoral masing-masing. Grup Prajogo Pangestu memang terlihat paling unggul karena mendapat sentimen positif dari sektor hilirisasi, petrokimia, dan energi hijau yang sedang dalam fase ekspansi.

Di sisi lain, grup konglomerasi yang fokus pada sektor pertambangan batubara dan konsumer atau ritel cenderung tertekan, seiring pelemahan harga komoditas dan daya beli masyarakat sepanjang tahun ini.

Sedangkan menurut Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), emiten-emiten grup konglomerasi yang berbasis komoditas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan teknologi mampu mencatat kinerja relatif positif. Hal ini ditopang oleh harga CPO yang stabil dan pertumbuhan digitalisasi secara nasional.

“Jadi, pola ini memang cerminan kondisi sektoral masing-masing, di mana energi terbarukan dan sawit jadi pendorong, sedangkan batubara dan konsumer agak tertahan,” kata Wafi, Senin (3/11/2025).

Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus menambahkan, jika ditelusuri, kekuatan dari grup konglomerasi ada pada diversifikasi bisnisnya yang membuat kinerja dari perusahaan holding dapat terjaga dengan baik.

Kalau diversifikasi bisnisnya mampu menciptakan ekosistem, maka hal itu akan memberi efek berganda pada kelangsungan bisnis emiten yang bersangkutan. “Selain itu, diversifikasi bisnis akan membuat daya tahan terhadap perusahaan menjadi lebih kuat terhadap ketidakpastian maupun volatilitas,” terang dia, Senin (3/11).

Analis BRI Danareksa Sekuritas Reza Diofanda menilai, jelang akhir 2025 emiten grup konglomerasi diperkirakan tetap memiliki kinerja solid, terutama bagi mereka yang memiliki diversifikasi kuat di sektor energi, infrastruktur, dan teknologi. Grup seperti Prajogo Pangestu dan sebagian emiten Grup Salim berpotensi mempertahankan momentum pertumbuhan karena dorongan ekspor bernilai tambah dan efisiensi produksi.

Di samping itu, terdapat peluang peningkatan kerja sama proyek strategis nasional dengan pemerintah, khususnya di bidang energi terbarukan, transportasi, dan hilirisasi industri. Beberapa konglomerasi besar berpotensi mendapatkan deal proyek baru, baik melalui konsorsium BUMN maupun investasi langsung.

“Sementara itu, tren suku bunga yang mulai menurun akan menjadi katalis bagi sektor otomotif dan properti, memberikan ruang pemulihan bagi grup seperti Astra dan Lippo,” imbuh Reza, Senin (3/11).

Dari sisi saham, Wafi menganggap banyak saham konglomerasi yang sudah undervalued setelah mengalami koreksi sejak kuartal II-2025. Alhasil, strategi terbaik bagi investor saat ini adalah mengakumulasi bertahap saham-saham konglomerasi besar dengan neraca solid dan bisnis non-komoditas.

Sementara itu, Ekky menyebut saham emiten konglomerasi masih memiliki daya tarik, khususnya pada emiten yang memiliki fundamental kuat dan struktur keuangan sehat. “Investor sebaiknya fokus pada konglomerasi dengan bisnis terintegrasi seperti Grup Prajogo Pangestu, Djarum atau Grup Salim yang memiliki diversifikasi lintas sektor,” ungkap dia.

Lantas, menurut Ekky saham dari Grup Prajogo Pangestu seperti BRPT, BREN, CUAN, CDIA, CUAN, PTRO, dan TPIA dapat menjadi opsi menarik bagi investor untuk diakumulasi. Di luar itu, ada saham BBCA dan TOWR dari Grup Djarum yang mulai rebound dan menarik untuk dipertimbangkan investor.

Di lain pihak, Reza menilai, saham-saham seperti BREN, BSDE, BRMS, ASII, dan LSIP dapat dipertimbangkan oleh investor berkat adanya sentimen positif di sektor industrinya masing-masing.

Selanjutnya: Intip Rekomendasi Saham Tjiwi Kimia (TKIM) Usai Rilis Kinerja per Kuartal III-2025

Menarik Dibaca: 5 Cara Mengatasi Jerawat di Bokong, Salah Satunya Kompres Hangat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×