Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Reksadana pendapatan tetap bisa menjadi pilihan investasi menarik di tengah fluktuasi pasar modal. Eastspring Investments IDR High Grade, salah satunya yang menerapkan strategi investasi secara aktif guna menentukan portfolio obligasi dengan kualitas baik atau high grade.
Produk ini memiliki komposisi investasi 80%-100% pada instrumen surat utang. Sedangkan sisanya maksimal 20% pada instrumen pasar uang.
Surat utang yang dipilih merupakan kombinasi milik pemerintah dan korporasi dengan rata-rata peringkat AA. Chief Investment Officer Eastspring Investments Indonesia Ari Pitoyo mengatakan alokasi pada obligasi korporasi untuk memberikan potensi imbal hasil yang lebih menarik. "Namun tidak mengabaikan risiko portfolio secara keseluruhan," ujar Ari.
Pemilihan obligasi korporasi dilakukan melalui analisa pasar yang mendalam. Selain itu juga dilakukan Penerapan risiko kredit yang prudent dengan prinsip kehati-hatian. Di mana, dilakukan dengan menganalisa risiko kredit melalui internal credit system Prudential Internal Credit Rating (PICR) ditambah dengan rating yang dikeluarkan oleh S&P, Fitch dan Moody's.
Perusahaan juga menerapkan strategi fokus pada durasi dan posisi kurva imbal hasil yang tepat. Caranya, dengan perkiraan siklus ekonomi dan bisnis, proyeksi kebijakan moneter serta proyeksi kurva imbal hasil.
"kami yakin dengan pendekatan investasi yang berorientasi pada nilai (value), suatu instrumen akan memberikan imbal hasil investasi yang superior dalam jangka panjang," kata dia. Di samping itu, pihaknya juga menerapkan pendekatan investasi jangka menengah yang disiplin.
Menilik fund factsheet Juli 2015, produk ini memiliki alokasi aset 91,51% pada obligasi dan kas atau pasar uang sekitar 8,49%. Reksadana yang ditawarkan 9 Januari 2013 ini menggunakan bank kustodian Standard Chartered Bank.
Hingga akhir Juli, produk ini mencatat dana kelolaan Rp 38,27 miliar. Adapun nilai aktiva bersih (NAB) per unit diperdagangkan di level Rp 987.
Minimal investasi awal ditetapkan Rp 100.000 atau sesuai kebijakan agen penjual. Adapun minimal penjualan kembali dikenakan Rp 50.000 dan minimal kepemilikan unit Rp 50.000.
Investor akan dikutip biaya pembelian maksimal 1% per transaksi, penjualan kembali maksimal 0,5% per transaksi dan pengalihan maksimal 0,5% per transaksi.
Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Lili Indarli memperkirakan pasar obligasi masih akan tertekan akibat aksi Bank Sentral China (PBoC) yang mendevaluasi mata uang Yuan. Diprediksi, ketidakpastian akan semakin tinggi akibat terjadinya currency war di antara Amerika dan Tiongkok.
Devaluasi yang terlalu tajam juga dapat mengurangi daya saing produk ekspor Eropa dan negara lain di Asia. Selain itu, pemerintah juga dihadapkan pada kemungkinan semakin melebarnya defisit nilai ekspor-impor Indonesia ke Tiongkok. "Walaupun demikian, dalam jangka menengah dan panjang, dengan aksi devaluasi tersebut diharapkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan kembali pulih," ujar Lili.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News