Reporter: Rashif Usman | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten telah melaporkan hasil kinerjanya hingga kuartal III-2024. Hasilnya pun bervariasi.
Dari sektor perbankan, bank KBMI 4 masih mencatatkan pertumbuhan laba. Misalnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mampu membukukan laba paling tinggi hingga 12,91% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 41,1 triliun.
Tiga bank lainnya seperti PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) belum mampu mencatatkan pertumbuhan laba hingga 10% di kuartal III-2024.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengatakan bank KBMI 4 yang mencakup bank-bank besar berhasil mencatatkan pertumbuhan laba yang moderat. Ini menunjukkan ketahanan meskipun adanya tekanan eksternal dan suku bunga yang tinggi.
Baca Juga: Kredit Korporasi Bank KBMI 4 Tumbuh Double Digit, Siapa Jawaranya?
Laba emiten perbankan lainnya seperti PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) juga meningkat signifikan sebesar 21,6%, mencapai Rp 5,11 triliun hingga kuartal III-2024. Peningkatan ini mencerminkan keberhasilan strategi ekspansi kredit dan efisiensi operasional yang kuat di tengah tantangan ekonomi global.
Kinerja BRIS juga menjadi daya tarik bagi investor asing yang melihat prospek perbankan syariah di Indonesia sangat potensial.
Selain itu, sektor yang menunjukkan kinerja bagus hingga kuartal III-2024 ialah properti, pertumbuhan laba signifikan dicatatkan oleh PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) yang melonjak 92%, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) tumbuh 52,37%, dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) naik 11,79%.
Sektor properti diuntungkan oleh stabilitas permintaan dan pulihnya daya beli konsumen, terutama di kawasan perkotaan.
"Sejauh ini, rilis kinerja kuartal III-2024 dari berbagai emiten besar di Indonesia menunjukkan hasil yang beragam dan secara umum sesuai ekspektasi analis di sektor tertentu, terutama di perbankan dan sektor properti," kata Hendra kepada Kontan, Kamis (31/11).
Tak hanya itu, sektor kesehatan juga menunjukkan pertumbuhan solid dengan laba PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) yang tumbuh masing-masing 15% dan 11,25% berkat peningkatan kebutuhan produk kesehatan.
Baca Juga: Kalbe Farma (KLBF) Cetak Laba Double Digit, Simak Rekomendasi Sahamnya
Adapun sektor infrastruktur, dengan laba PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk (ISAT) yang naik 29% dan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) tumbuh 7,1%, juga mempertahankan kinerja positif akibat peningkatan penggunaan layanan telekomunikasi.
Namun, kinerja sektor energi lebih bervariasi, di mana beberapa perusahaan seperti PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) dengan kenaikan laba 32,96%, berhasil unggul di tengah penurunan harga komoditas.
Sementara perusahaan lain seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencatat penurunan laba yang signifikan akibat fluktuasi harga batu bara dan logam, serta biaya produksi yang meningkat.
Hendra bilang sektor energi, terutama logam dan batu bara mengalami penurunan yang cukup drastis dan berada di luar ekspektasi beberapa analis yang memprediksi stabilitas laba. Penyebab utama penurunan ini ialah harga komoditas yang mengalami volatilitas serta naiknya biaya operasional.
Sementara itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta melihat laba moderat yang dihasilkan oleh kinerja bank KBMI 4 disebabkan oleh pertumbuhan kredit yang secara umum mengalami penurunan.
Untuk sektor energi, menurutnya wajar apabila laba emiten terkoreksi secara umum karena adanya penurunan average selling price seiring dengan dinamika pergerakan harga komunitas dunia.
Dirinya juga menyoroti untuk sektor teknologi mencatatkan kinerja top line yang positif, sementara bottom line mengalami penyusutan. Dengan kondisi seperti itu, ia melihat sektor teknologi potensial ke depannya seiring dengan tren kenaikan cross transaction value dan didukung tren penurunan suku bunga acuan ke depan.
"Ini potensial untuk teknologi mencapai profitability tapi harus prudent," ucap Nafan kepada Kontan, Kamis (31/11).
Arah Pasar Saham
Hendra menerangkan, secara keseluruhan, meski ada sektor-sektor yang berkinerja baik, arah pasar saham domestik tetap penuh tantangan, terutama dengan valuasi saham yang mulai mahal di beberapa sektor.
Ia menuturkan fundamental bursa secara umum masih solid, namun volatilitas dari sektor energi dan teknologi memberikan ketidakpastian.
"Hal ini membuat investor tetap selektif dalam memilih saham dengan fundamental kuat dan potensi pertumbuhan yang jelas," tutur Hendra.
Nafan mencermati bahwa emiten big caps secara mayoritas tidak membukukan pertumbuhan bottom line yang triple digit.
Baca Juga: Telkom (TLKM) Rilis Kinerja Kuartal III-2023, Intip Rekomendasi Sahamnya
"Kalau misalnya mengalami triple digit growth, ini akan membuat potensi PE-nya bisa tereduksi seoptimal mungkin, sehingga nanti secara valuasi dianggap menarik," terang Nafan.
Nafan juga menekankan untuk para investor selektif menetapkan saham-saham pilihan. "Cermati atau carilah emiten yang memiliki valuasi yang di bawah fairly valued," tegasnya.
Adapun Nafan juga memproyeksikan target jangka menengah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa mencapai pada level 7.806-7.492 bila situasi market kondusif.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy menilai sejumlah kinerja emiten memang tidak semua sesuai dengan prediksi karena ada beberapa faktor penyebab, antara lain nilai tukar rupiah, harga komoditas yang fluktuatif serta tergerusnya kelas menengah.
Budi menilai IHSG tahun ini bisa naik 8%-10%. Sebab, bursa regional pada umumnya juga masih positif. "Valuasi beberapa saham masih menarik tentunya," papar Budi kepada Kontan, Kamis (31/11).
Ia juga menyoroti adanya fenomena window dressing di akhir tahun. "Pada penutupan akhir tahun tentunya ada (window dressing) dari investor institusi terutama asset management," ungkapnya.
Rekomendasi Saham
Hendra merekomendasikan untuk buy saham PGAS, KLBF dan BRIS dengan target harga masing-masing Rp 1.655, Rp 1.700 dan Rp 3.200 per saham. Ia juga merekomendasikan untuk buy on weakness saham PGEO di harga Rp 1.050 per saham dengan target harga Rp 1.200 per saham.
Nafan merekomendasikan untuk accumulative buy saham BBCA dengan target harga Rp 10.750 per saham, buy on weakness ISAT di target harga Rp 2.370 per saham, buy on weakness PGAS pada target harga Rp 1.535 per saham dan BSDE dengan target harga Rp 1.630 per saham.
Selanjutnya: Kinerja Asuransi Syariah Positif di Kuartal III-2024, Begini Prospeknya Hingga 2025
Menarik Dibaca: Hujan Petir Landa Daerah Ini, Cek Prakiraan Cuaca Besok (1/11) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News