Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor yang sudah lama berinvestasi di saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) mungkin sudah merasakan cuan saham poultry ini. Tahun lalu, harga saham JPFA naik 63,81%, setelah turun 8,13% di 2017.
Bahkan, jika sudah berinvestasi sejak 2016, cuan investor makin berlipat. Harga JPFA melesat 139,01% di 2016. Selama tiga tahun, JPFA sudah mencetak cuan 296,40%.
Sejak awal tahun ini sampai kemarin (12/3), harga JPFA masih naik 2,33%. Harga saham perusahaan poultry ini masih berpeluang naik. Analis menilai bisnisnya tahun ini masih positif, meski menemui sejumlah tantangan.
Kinerja keuangan positif emiten ini juga masih berlanjut. Tahun lalu, emiten produsen daging wagyu merek Tokusen ini sukses mencetak laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk sebesar Rp 2,17 triliun, naik 132% dari akhir 2017, yakni Rp 933,17 miliar.
Analis Danareksa Sekuritas Victor Stefano menilai, kinerja JPFA sepanjang tahun lalu tersebut masih wajar. JPFA memang mencetak kenaikan beban pemasaran dan keuangan. Memang kalau dari jumlah beban lebih tinggi.
"Namun selama penjualan naik karena tertolong harga ayam umur sehari (DOC) dan harga broiler naik, maka kinerja masih positif," ungkap Victor kepada Kontan.co.id, Selasa (12/3).
Berdasarkan laporan keuangan JPFA, beban penjualan dan pemasaran JPFA naik 13,54% menjadi Rp 836,63 miliar. Beban umum dan administrasi meningkat 24,58% menjadi Rp 2,65 miliar dan beban keuangan anak usaha Japfa Ltd ini melonjak 39,45% menjadi Rp 793,47 miliar.
Analis RHB Sekuritas Indonesia Michael Wilson Setjoadi menilai, realisasi kinerja JPFA di 2018 masih sesuai prediksi. Tingginya harga ayam umur sehari atawa day old chicken (DOC) mengangkat margin emiten ini. Penjualan DOC di 2018 mencapai Rp 5,93 miliar atau memberi kontribusi sebesar 13,2% ke pendapatan. "Tapi memang harga jagung yang naik membuat kinerja kuartal IV-2018 turun 6,3%," ujar Michael.
Analis Kresna Sekuritas Timothy Gracianov dalam risetnya per 11 Maret menyebut, perusahaan ini mampu membukukan pertumbuhan penjualan bersih 14% tahun ini. Meski persaingan di sektor poultry makin ketat dan pertumbuhan harga DOC sudah tidak terlalu tinggi lagi, kinerja JPFA masih positif. "Dilihat dari berbagai sentimen dan harga jagung rata-rata tertekan 2,5% dibanding tahun sebelumnya, kinerja masih relatif sejalan dengan proyeksi," kata Timothy.
Tapi, JPFA masih akan menghadapi beberapa tantangan tahun ini. Pertama, harga jagung diprediksi masih sulit turun tahun ini. "Kalau harga jagung naik akan mempengaruhi margin," terang Victor.
Kedua, masih ada risiko rupiah melemah terhadap dollar AS. Ketiga, potensi penurunan permintaan dan konsumsi ayam broiler. Keempat, persaingan yang ketat bisa membuat pangsa pasar JPFA turun. Kelima, kebijakan baru bila terjadi pergantian pemerintah.
Victor terutama menyoroti bila terjadi pergantian di Kementerian Pertanian. "Perhatikan apakah kebijakan diganti atau tidak," sebut dia.
Meski begitu, para analis masih yakin kinerja JPFA tetap positif tahun ini. Permintaan produk-produk JPFA diyakini akan tinggi di semester satu ini, seiring pelaksanaan pemilu yang diyakini akan menaikkan daya beli masyarakat serta bulan puasa dan Idul Fitri di semester satu ini.
Timothy memperkirakan pendapatan JPFA mencapai Rp 38,95 triliun tahun ini. Sementara laba bersih bisa mencapai Rp 2,65 triliun. Ia masih merekomendasikan beli saham JPFA dengan target harga Rp 2.600 per saham.
Michael dan Victor juga masih merekomendasikan beli JPFA. Michael mematok target harga JPFA di Rp 3.500 per saham, sementara Victor memasang target harga di level Rp 2.950 per saham.
Pada perdagangan kemarin, JPFA ditutup naik 1,85% jadi Rp 2.200 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News