Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP) menggelar paparan publik insidentil terkait rencana penggabungan nominal saham alias reverse stock. UNSP akan menggabungkan nominal sahamnya dengan rasio 10:1. Ini berarti, setiap 10 saham nominal Rp 100 per saham akan menjadi 1 saham nominal Rp 1.000 per saham.
Manajemen UNSP beralasan, aksi korporasi ini sejalan dengan rencana restrukturisasi utang. "Reverse stock split merupakan upaya komunikasi dengan kreditur dalam rangka restrukturisasi pinjaman," ujar Direktur UNSP, Andi W. Setianto, Selasa (18/10).
Andi menjelaskan, penggabungan saham ini diharapkan dapat memperbaiki likuiditas perdagangan saham UNSP yang sejak Agustus 2013 tak beranjak dari Rp 50 per saham.
Manajemen juga yakin, dengan penggabungan nominal saham ini, perseroan bisa mencari harga wajar (price discovery) di pasar reguler. Secara umum, aksi reverse stock tidak mengubah persentase kepemilikan pemegang saham.
Kecuali jika setelah reverse stock, terdapat saham odd lot alias saham yang tidak dapat digenapkan dalam satuan lot yang berlaku. Investor yang memiliki saham odd lot punya pilihan untuk menyimpannya atau menjual ke pembeli siaga, yakni PT Danatama Makmur.
Aksi UNSP menjadi perhatian lantaran kepemilikan saham publik di saham ini mencapai 90,26%. Sisanya milik investor Haiyanto sebesar 6,61% dan Credit Suisse s/a Long Haul Holding Ltd sebesar 3,13%. Tercatat, ada sekitar 16.795 pemegang saham publik.
Saham ini juga dimiliki lebih dari 120 sekuritas dan wali amanat. Komposisi kepemilikan lokal di UNSP mencapai 83% yang meliputi 66% individu dan 17% institusi. Lalu 17% saham dimiliki investor asing.
Lantaran harganya mandek di level paling bawah, saham UNSP lebih banyak ditransaksikan di pasar negosiasi. Lihat di pasar negosiasi, Selasa (18/10). Harga UNSP di pasar negosiasi yang semula dibuka di level Rp 30 per saham, melonjak ke level Rp 685 per saham dengan volume transaksi 111.000 lot saham.
"Dengan reverse stock, maka posisi bid-offer di pasar reguler menjadi lebih sehat dan lebih likuid," ujar Andi.
Jika rencana ini disetujui otoritas dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 31 Oktober nanti, maka saham UNSP akan diperdagangkan di kisaran Rp 500 per saham di pasar reguler.
Direktur Utama UNSP, M Iqbal Zainuddin yakin, harga saham UNSP bisa lebih baik karena ada rencana restrukturisasi utang. Salah satu opsi yang dikaji adalah menukar utang dengan saham. Karena itulah reverse stock perlu dilakukan demi meningkatkan pergerakan saham di pasar reguler.
"Kami yakin harga saham membaik," ujar dia.
David Sutyanto, analis First Asia Capital, menilai, reverse stock belum tentu membuat harga saham akan terus meningkat. Ini karena peningkatan harga saham bergantung pada fundamental emiten.
Jika pendapatan UNSP bisa membaik dan restrukturisasi utang berjalan lancar, maka ada potensi saham UNSP lebih aktif ditransaksikan. "Karena akan kembali lagi ke fundamentalnya, dan seberapa jauh keberhasilan restrukturisasi utang," imbuh dia.
Sebelumnya, induk UNSP, PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR) juga pernah melakukan reverse stock pada 2008 silam dengan rasio 2:1. Harga saham BNBR sempat meningkat. Namun pada akhirnya tingkat utang yang tinggi menyebabkan saham BNBR kembali bersandar di level Rp 50 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News