Reporter: Benedictus Bina Naratama | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Rencana PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) menaikkan anggaran belanja modal alias capital expenditure (capex) hingga 151% pada tahun ini dinilai terlalu ambisius oleh para analis. Manajemen WIKA memang tengah mengkaji penambahan capex di 2015 menjadi Rp 4,4 triliun dari rencana semula di tahun 2014 sekitar Rp 1,74 triliun.
Padahal, realisasi capex 2014, hanya Rp 1,05 triliun. Analis Samuel Sekuritas Indonesia Yudi Ilhamsyah pun tidak yakin WIKA bisa memenuhi pendanaan capex jumbo tersebut. Menurut dia, jika pendanaan diambil dari kas internal perusahaan, maka dikhawatirkan akan mempengaruhi kinerja keuangan WIKA. "Belanja modal WIKA dua kali lipat dibandingkan tahun lalu," ujar dia.
Terlebih tahun lalu, WIKA membukukan laba bersih Rp 615,1 miliar, naik tipis 8% year on year (yoy). Angka ini jauh dibandingkan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) yang mampu membukukan pertumbuhan laba bersih Rp 501 miliar atau naik 113% yoy.
Penambahan capex WIKA ini digunakan proyek pembangunan jalan tol dan pembangkit listrik. Nantinya, WIKA akan mendanai belanja modal dari pinjaman bank atau suntikan dana pemerintah melalui program Penyertaan Modal Negara (PMN). Ini harus dilakukan WIKA lantaran, hingga kuartal I-2015, kas setara kas Rp 2,3 triliun.
WIKA mengusulkan PMN untuk 2016 sebesar Rp 5 triliun. PMN tersebut untuk proyek infrastruktur pemerintah, salah satunya pembangunan jalan tol Bakauheni-Palembang dan pembangkit listrik.
Perseroan ini akan membangun pembangkit listrik dengan Mitsubishi Corporation, dan PT Bukit Asam Tbk di Lampung senilai Rp 130 triliun. "Saya kurang yakin dengan prospek WIKA ke depan dalam membangun pembangkit listrik. Menurut saya terlalu ambisius," ujar dia.
Analis Buana Capital Adeline Solaiman menambahkan, kenaikan belanja modal tersebut akan berdampak positif pada kinerja dan prospek bisnis WIKA ke depan. Meskipun begitu, WIKA harus berhati-hati menaikan capex karena pada 2014, laba bersih WIKA kurang bagus. Ditambah, pendapatan WIKA kecil.
Pada kuartal I-2015, pendapatan WIKA turun 28,31% menjadi Rp 2 triliun. Sedangkan laba bersih anjlok 63,28% menjadi Rp 61,51 miliar. Penurunan pendapatan hampir terjadi di semua lini bisnis WIKA, kecuali bidang energi dan industrial plant yang masih meningkat 0,44% menjadi Rp 636,72 miliar. Karena itu Adeline menilai, langkah WIKA memperbesar bisnis pembangunan pembangkit listrik sudah cukup tepat.
Joko Sogie, Analis Danareksa Sekuritas dalam riset 17 Maret 2015, menuliskan, secara bisnis WIKA cukup apik diversifikasi bisnis dari konstruksi dan non konstruksi. Akibatnya, margin laba kotor WIKA masih lebih besar yakni sekitar 11,4% pada 2014. Meski kemudian pada kuartal I margin laba kotor WIKA menurun menjadi 9,2%.
Joko memproyeksikan, hingga akhir tahun ini, pendapatan WIKA bisa mencapai Rp 16,5 triliun. Adapun labanya bisa Rp 843 miliar.
Yudi dan Adeline merekomendasikan hold, dengan target harga masing-masing di Rp 3.500 dan Rp 3.200. Sementara itu, Joko menyarankan, buy dengan target harga Rp 4.000. Selasa (5/5) harga saham WIKA turun 2,86% di Rp 2.890 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News